Kamis, 12 April 2012

PERANAN EKONOMI KERAKYATAN SEBAGAI LANDASAN PEREKONOMIAN INDONESIA



NAMA :HENI HENDRAYANI
NPM :33209138
KELAS : 3DD04
TUGAS : EKONOMI KOPERASI (SOFTSKILL)
UNIVERSITAS GUNADARMA













ABSTRAK
Ekonomi kerakyatan (Demokrasi ekonomi) adalah sistem ekonomi nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, di mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat (rakyat) dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian
Sistem Ekonomi Kerakyatan mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai sistem nilai bangsa Indonesia yang tujuannya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan salah satu unsur intrinsiknya adalah Ekonomi Pancasila (Mubyarto: 2002) dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut
1) Ketuhanan, di mana “roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral”.
2) Kemanusiaan, yaitu : “kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”.
3) Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di mana “nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri”.
4) Kepentingan Rakyat Banyak (Demokrasi ekonomi) : “demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”.
5) Keadilan Sosial, yaitu : “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.






KATA KUNCI : PERANAN EKONOMI KERAKYATAN SEBAGAI LANDASAN PEREKONOMIAN INDONESIA
PENDAHULUAN
Soekarno dalam pledoi Indonesia Menggugat (1930) dengan lantang mengatakan rakyat Indonesia pun sekarang sejak 1908 sudah berbangkit, nafsu menyelamatkan diri sekarang sejak 1908 sudah menitis juga kepadanya. Imprialisme modern yang mengaut-ngaut di Indonesia itu, imprialisme modern yang menyebarkan kesengsaraan di mana-mana,--imprialisme modern itu sudah menyinggung dan membangkitkan musuh-musuhnya sendiri. Raksasa Indonesia yang tadinya pingsan seolah tidak bernyawa, raksasa Indonesia itu sekarang sudah berdiri tegak dan sudah memasang tenaga. Setiap kali ia mendapat hantaman, setiap kali ia rebah, tetapi selalu saja ia tegak kembali. Seperti mempunyai kekuatan rahasia, sebagai mempunyai kekuatan penghidup, sebagai mempunyai aji pancasona dan aji cakrabirawa, ia tidak dapat dibunuh dan malah makin lama makin tak terbilang pengikutnya (Soekarno, dalam pledoi Indonesia Menggugat 1930). Gugatan Soekarno pada tahun 1930 tersebut masih saja relevan untuk Indonesia yang sudah 64 tahun merdeka (80 tahun gugatan Soekarno pada penjajah), dan gugatan tersebut kembali patut didengungkan manakala imprialisme modern semakin kuat mencengkeram kedaulatan Indonesia kini. Imprialisme ekonomi menggurita dalam wajah neo-liberal pada sebagian besar kehidupan berekonomi di Indonesia saat ini, pastilah mengancam kedaulatan Negara atas sumberdaya alamnya. Pada sisi lain paradigm Ekonomi Pancasila, praktik-praktik Ekonomi Pancasila, implementasi sistem ekonomi kerakyatan (demokrasi ekonomi Indonesia), semakin kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan kebijakan ekonomi di Indonesia. Perdebatan konsep secara teoritik antara kapitalisme, neoliberal, dan demokrasi ekonomi Indonesia (sistem ekonomi kerakyatan) semakin meruncing, karena “values” yang berbeda.
Bicaralah dengan para pelaku ekonomi rakyat, tidak perlu sampai jauh ke pelosok daerah yang sulit dijangkau. Apabila Anda bersedia untuk bersimpati dan berempati sedikit saja dengan perjuangan hidup mereka, maka sebenarnya tidak sulit untuk menemukan fakta-fakta penerapan asas-asas ekonomi Pancasila ini dihampir segala cabang kegiatan ekonomi seperti di bidang pertanian, perikanan, industry dan kerajinan, dan bidang jasa. Sebaliknya selama Anda selalu menganggap teramat sulit mempelajari kehidupanekonomi rakyat, bahkan Anda cenderung menganggap ekonomi rakyat itu tidak ada, atau dianggap ekonomi yang illegal, maka argumentasi Anda akan selalu berputar-putar dengan acuan teori ekonomi barat yang tidak cocok untuk Indonesia--- Saya himbau supaya dosen-dosen ekonomi, jika Anda memang tidak berminat mengubah paradigm teori ekonomi barat yang telah Anda pelajari dengan susah payah itu, janganlah Anda menyesatkan mahasiswa Anda dan orang awam dengan menyatakan tidak ada alternative teori yang bisa dipelajari----Alternatif teori cukup banyak tersedia, termasuk teori-teori yang dapat dikembangkan dengan mudah melalui penelitian-penelitian induktif-empirik di lapangan (Mubyarto,2003)
Praktik-praktik ekonomi Pancasila yang moralistik, demokratik, dan mandiri, sangat mudah ditemukan di lapangan tanpa upaya-upaya ekstra keras. Mereka, pelaku-pelaku ekonomi rakyat melaksanakannya dengan penuh kesadaran. Itulah Ekonomi Pancasila dalam aksi. Aplikasi Ekonomi Pancasila sesungguhnya melekat pada prilaku ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia di semua sektor ekonomi. Sebesar 99,9% Pelaku ekonomi di Indonesia adalah mereka sebagian besar rakyat yang masuk dalam skala usaha kecil dan menengah (pangsa pasar 20%), dan sisanya 0,1% pelaku ekonomi adalah usaha besar dan konglomerat (pangsa pasar 80%) (data tahun 2004). Sebagai contoh kecil saja bahwa konglomerasi keluarga Soeharto memiliki 1.251 perusahaan dan keluarga B.J.Habibie memiliki 190 perusahaan (Adicondro, 1998).
Angka-angka tersebut membenarkan pendapat Mubyarto tersebut, bahwa untuk melihat praktik Ekonomi Pancasila, maka pelajari secara empirik kehidupan ekonomi rakyat kebanyakan. Dengan demikian dalam pandangan penulis, ketika banyak pihak membicarakan siapa rakyat yang dimaksud dalam sistem ekonomi kerakyatan sebagai wujud dari demokrasi ekonomi Indonesia---- mereka adalah subyek ekonomi skala usaha kecil dan menengah tersebut (petani, nelayan, buruh, sektor informal, lembaga ekonomi berjiwa koperasi, dan badan usaha yang menerapkan konsep demokrasi ekonomi Indonesia).

PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN SISTEM EKONOMI KERAKYATAN
Ekonomi kerakyatan (Demokrasi ekonomi) adalah sistem ekonomi nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, di mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat (rakyat) dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian (Baswir, 1993).
Ekonomi kerakyatan adalah tatalaksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat, yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil (Awang, 2009).

2.2. NILAI-NILAI DASAR SISTEM EKONOMI KERAKYATAN
Sistem Ekonomi Kerakyatan mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai sistem nilai bangsa Indonesia yang tujuannya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan salah satu unsur intrinsiknya adalah Ekonomi Pancasila (Mubyarto: 2002) dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut
6) Ketuhanan, di mana “roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral”.
7) Kemanusiaan, yaitu : “kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”.
8) Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di mana “nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri”.
9) Kepentingan Rakyat Banyak (Demokrasi ekonomi) : “demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”.
10) Keadilan Sosial, yaitu : “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
• berdaulat di bidang politik
• mandiri di bidang ekonomi
• berkepribadian di bidang budaya
Yang mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
• penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi
• pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural
• pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi


2.3. SUBSTANSI SISTEM EKONOMI KERAKYATAN
Revrisond Baswir (2005) menyebutkan perihal substansi demokrasi ekonomi (ekonomi kerakyatan) dalam garis besarnya mencakup tiga hal, yaitu:
a. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional menempati kedudukan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Hal itu tidak hanya penting untuk menjamin pendayagunaan seluruh potensi sumberdaya nasional, tetapi juga penting sebagai dasar untuk memastikan keikutsertaan seluruh anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional tersebut. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian."
b. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil produksi nasional. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan, harus ada jaminan bahwa setiap anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional, termasuk para fakir miskin dan anak-anak terlantar. Hal itu antara lain dipertegas oleh Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan, "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara." Dengan kata lain, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, negara wajib menyelenggarakan sistem jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar di Indonesia.
Kegiatan pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi nasional itu harus berlangsung di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, anggota masyarakat tidak boleh hanya menjadi objek kegiatan ekonomi. Setiap anggota masyarakat harus diupayakan agar menjadi subjek kegiatan ekonomi. Dengan demikian, walau pun kegiatan pembentukan produksi nasional dapat dilakukan oleh para pemodal asing, tetapi penyelenggaraan kegiatan-kegiatan itu harus tetap berada di bawah pimpinan dan pengawasan anggota-anggota masyarakat. Unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga ini mendasari perlunya partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut memiliki modal atau faktor-faktor produksi nasional. Modal dalam hal ini tidak hanya terbatas dalam bentuk modal material (material capital), tetapi mencakup pula modal intelektual (intelectual capital) dan modal institusional (institusional capital).
1.6. Ciri (Karakteristik) Sistem Ekonomi Kerakyatan

Peranan vital negara (pemerintah). Sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.

Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan. Tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat anti pasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.
Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, mekanisme pasar, dan kerjasama (kooperasi). Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di dasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggaran melalui mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.

Pemerataan penguasaan faktor produksi. Dalam rangka itu, sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.

Koperasi sebagai sokoguru perekonomian. Dilihat dari sudut Pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi (Hatta, 1954, hal. 218)

Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan. Pada koperasi memang terdapat perbedaan mendasar yang membedakannya

secara diametral dari bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Di antaranya adalah pada dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Sebagaimana ditegaskan oleh Bung Hatta, "Pada koperasi tak ada majikan dan tak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerjasama untuk menyelenggarakan keperluan bersama" (Ibid., hal. 203). Karakter utama ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakkannya kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang.

Kepemilikan saham oleh pekerja. Dengan diangkatnya kerakyatan atau demokrasi sebagai prinsip dasar sistem perekonomian Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak perekonomian yang harus diselenggarakan oleh negara pada tingkat makro. Ia juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak perusahaan yang harus dikembangkan pada tingkat mikro. Perusahaan hendaknya dikembangkan sebagai bangun usaha yang dimiliki dan dikelola secara kolektif (kooperatif) melalui penerapan pola-pola Kepemilikan Saham oleh Pekerja. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang hanya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip tersebut
Tujuan dan Sasaran Sistem Ekonomi Kerakyatan
Bertolak dari uraian tersebut, dapat ditegaskan bahwa tujuan utama penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya meliputi lima hal berikut:
1. Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat.
2. Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan anak-anak terlantar.
3. Terdistribusikannya kepemilikan modal material secara relatif merata di antara anggota masyarakat.
4. Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.
5. Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi.

Ekonomi Kerakyatan Sebagai Tonggak Kebangkitan Perekonomian Indonesia
Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi nasional yang berkeadilan sosial adalah berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya. Untuk mencapai pembangunan yang berkeadilan sosial mencakup perlu adanya penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi, adanya pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural dan adanya pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.
Salah satu cermin dari sistem ekonomi kerakyatan adalah Koperasi. Koperasi mengutamakan kesejahteraan bagi anggotanya, hanya saja saat ini eksistensi Koperasi itu sendiri telah meredup seiring dengan perkembangan di era Pasar berbas saat ini. Seperti yang kita ketahui bahwa Pakar-pakar ekonomi Indonesia yang memperoleh pendidikan ilmu ekonomi “Mazhab Amerika”, pulang ke negerinya dengan penguasaan peralatan teori ekonomi yang abstrak, dan serta merta merumuskan dan menerapkan kebijakan ekonomi yang menghasilkan pertumbuhan, yang menurut mereka juga akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Keangkuhan dari pakar-pakar ekonomi dan komitmen mereka pada kebijakan ekonomi gaya Amerika merupakan kemewahan yang tak lagi dapat ditoleransi Indonesia. Praktek-praktek perilaku yang diajarkan paham ekonomi yang demikian, dan upaya mempertahankannya berdasarkan pemahaman yang tidak lengkap dari perekonomian, hukum, dan sejarah bangsa Amerika, mengakibatkan terjadinya praktek-praktek yang keliru secara intelektual yang harus dibayar mahal oleh Indonesia.
Pola pembangunan yang hanya mengutamakan pertumbuhan sudah harus dibuang, bagaimana tidak? jika terbukti menyengsarakan rakyat dan menimbulkan ekses ketidakadilan. Sekarang kita harus beralih pada strategi pembangunan yang dapat dinikmati seluruh rakyat secara adil dan merata. Strategi yang berbasis pemerataan yang diikuti pertumbuhan lebih menjamin keberlanjutan pembangunan, dimana dalam strategi tersebut sangat dibutuhkan adanya keberpihakan pada rakyat artinya pembangunan harus ditujukan langsung kepada yang memerlukan dan program yang dirancang harus menyentuh masyarakat serta mengatasi masalah serta sesuai kebutuhan rakyat, harus mengikutsertakan dan dilaksanakan sendiri oleh rakyat sehingga bukan lagi kebijaksanaan pembangunan ekonomi dari atas ke bawah ( top dowm) seperti pada masa Orba malainkan pembangunan alternatif yang bersifat dari bawah ke atas (buttom up), menciptakan sistem kemitraan yang saling menguntungkan, menghindari kegiatan eksploitasi keberadaan usaha kecil menengah dan koperasi untuk kepentingan pengusaha besar. Hal ini perlu ditegaskan karena kemenangan dalam pergulatan perdagangan pasar bebas tidak akan tercapai tanpa adanya rasa kebersamaan dan kesatuan di kalangan dunia usaha.
Selain itu ekonomi kerakyatan akan menciptakan lingkungan dunia usaha yang bersahabat, ketidak adilan akan terhapus dari benak rakyat, karena kebutuhan pokok mereka tercukupi, kelompok masyarakat yang secara massal mempunyai daya beli tinggi, ekonomi rakyat membaik, maka potensi pasar produk-produk industri besar, menengah dan kecil pun meningkat. Dengan demikian roda perekonomian pun akan bergulir ke arah normal. Proses industrialisasi sebaiknya dimulai dari daerah pedesaan berdasarkan potensi unggulan daerah masing-masing dengan orientasi pasar dan ini sejalan dengan era otonomi daerah yang merupakan realitas mayoritas penduduk Indonesia dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi setempat. Berkembangnya kegiatan sosial ekonomi pedesaan akan membuat desa berkembang menjadi jaringan unggulan perekonomian bangsa yang didukung infra struktur dan fasilitas lainnya seperti pusat-pusat transaksi (pasar) yang terjalin erat dengan kota-kota atau pintu gerbang pasar internasional. Jalinan ekonomi desa dan kota ini harus dijaga secara lestari dan dalam proses ini harus dihindari penggusuran ekonomi rakyat dengan perluasan industri berskala besar yang mengambil lahan subur, merusak lingkungan, menguras sumber daya dan mendatangkan tenaga kerja dari luar.


2.4. PILAR-PILAR SISTEM EKONOMI KERAKYATAN
Revrisond Baswir (2005) menyebutkan beberapa pilar demokratisasi ekonomi, yaitu:
a. Peranan vital negara (pemerintah). Sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.
b. Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan. Tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat anti pasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.
c. Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, mekanisme pasar, dan kerjasama (kooperasi). Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di dasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggaran melalui mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.
d. Pemerataan penguasaan faktor produksi. Dalam rangka itu, sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.
e. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian. Dilihat dari sudut Pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.
f. Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan. Pada koperasi memang terdapat perbedaan mendasar yang membedakannya secara diametral dari bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Di antaranya adalah pada dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Karakter utama ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakkannya kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang.
g. Kepemilikan saham oleh pekerja. Dengan diangkatnya kerakyatan atau demokrasi sebagai prinsip dasar sistem perekonomian Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak perekonomian yang harus diselenggarakan oleh negara pada tingkat makro. Ia juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak perusahaan yang harus dikembangkan pada tingkat mikro. Perusahaan hendaknya dikembangkan sebagai bangun usaha yang dimiliki dan dikelola secara kolektif (kooperatif) melalui penerapan pola-pola kepemilikan saham oleh pekerja. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang hanya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip tersebut.

LANDASAN HUKUM
Sistem Ekonomi Kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang mengacu pada amanat konstitusi nasional, sehingga landasan konstitusionalnya adalah produk hukum yang mengatur (terkait dengan) perikehidupan ekonomi nasional yaitu:
1) Pancasila (Sila Ketuhanan, Sila Kemanusiaan, Sila Persatuan, Sila Kerakyatan, dan Sila Keadilan Sosial)
2) Pasal 27 ayat (2) UUD 1945: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
3) Pasal 28 UUD 1945: ““Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.”
4) Pasal 31 UUD 1945: “Negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan”
5) Pasal 33 UUD 1945:
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
c. Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

6) Penjelasan pasal 33 UUD 1945
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonmi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi segala orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan orang-seorang.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
7) Pasal 34 UUD 1945: "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara."

Strategi pemberdayaan ekonomi kerakyatan
Pertama, demokrasi ekonomi diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi atau konstruksi bangunan ekonomi agar terwujudnya pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya. Di sisi lain terbentuknya keterkaitan dan kemitraan yang paling menguntungkan antara pelaku ekonomi yang meliputi usaha kecil, menengah dan koperasi, usaha besar swasta dan badan usaha milik negara yang saling memperkuat untuk mewujudkan demokrasi ekonomi dan efisiensi yang berdaya saing tinggi.
Kedua, kedaulatan ekonomi harus tetap dihormati agar harkat, martabat dan citra ekonomi rakyat dapat disejajarkan dengan ekonomi usaha besar swasta dan badan usaha milik negara, tanpa dijadikan objek balas jasa atau belas kasihan. Dengan demikian kedaulatan ekonomi rakyat harus benar-benar ditempatkan pada prioritas utama dalam kehidupan ekonomi, sehingga peran dan partisipasi ekonomi rakyat selalu mendapatkan perhatian dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lainnya. Tujuannya agar pelaku ekonomi rakyat mampu profesional dan memenuhi standardisasi global.
Ketiga, pilar ekonomi diarahkan untuk merancang komitmen yang kuat antar-stakeholder dalam mengoptimalkan sumber daya lokal untuk mendorong sekaligus menampung partisipasi bagi kepentingan rakyat banyak. Hal ini dimaksudkan agar ekonomi kerakyatan bisa menjadi tulang punggung perekonomian bangsa yang berbasis sosial budaya. Dengan demikian rakyat banyak menjadi pemilik, pengelola dan pengguna utama kekayaan dan aset ekonomi bangsa ini. Sehingga mereka mampu menjadi penggerak ekonomi, dengan kata lain sebagai tuan/panglima ekonomi bangsanya sendiri.
Keempat, benteng ekonomi harus disusun melalui master plan ekonomi kerakyatan yang berbasis sosial budaya dengan tetap memperhatikan keseimbangan pertumbuhan, pemerataan dan keseimbangan stabilitas perekonomian rakyat dalam upaya mengatasi kesenjangan ekonomi antara golongan kapitalis dan nonkapitalis (golongan ekonomi lemah). Di samping itu sekaligus mampu membentengi/memproteksi pergerakan ekonomi global yang mau tidak mau, suka tidak suka sudah memasuki sistem dan tatanan perekonomian bangsa ini. Karena itulah diperlukan nilai-nilai perjuangan/jiwa wirausaha sejati yang berbasiskan kerakyatan.
Kelima, kemandirian ekonomi diarahkan untuk bertumpu dan ditopang oleh kekuatan sumber daya internal yang dikelola dalam suatu sistem ekonomi. Dengan kata lain kegiatan ekonomi dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat dan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sehingga ekonomi bangsa ini tidak lagi tergantung pada kekuatan-kekuatan ekonomi di luar ekonomi rakyat itu sendiri. Tentu diharapkan peranan pemerintah (eksekutif), legislatif, dan yudikatif agar dapat memberikan kemudahan, keringanan dan peluang seluas-luasnya baik dari akses modal, akses pasar, teknologi, jaringan usaha dan keamanan dalam iklim usaha sebagai upaya mempercepat kemandirian ekonomi rakyat.
Dalam upaya memberdayakan masyarakat, dapat dilihatdari 3 sisi, yaitu : Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasi, membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya unutk mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah yang lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun social seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakatyang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatnya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seprti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Jadi esensi pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat tetapi juga termasuk penguatan pranata-pranatanya.
Ketiga, memberdayakan berarti pula melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan terhadap yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan obyek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunannya sendiri.

Perkembangan Sistem Perekonomian Indonesia
1. Sistem Ekonomi Demokrasi
Indonesia mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila dan landasan konstitusional yaitu UUD 1945. Oleh karena itu, segala bentuk kegiatan masyarakat dan negara harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sistem perekonomian yang ada di Indonesia juga harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sistem perekonomian nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disusun untuk mewujudkan demokrasi ekonomi dan dijadikan dasar pelaksanaan pembangunan ekonomi. Sistem perekonomian Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disebut sistem ekonomi demokrasi. Dengan demikian sistem ekonomi demokrasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem perekonomian nasional yang merupakan perwujudan dari falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang berasaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan dari, oleh, dan untuk rakyat di bawah pimpinan dan pengawasan pemerintah.
Pada sistem demokrasi ekonomi, pemerintah dan seluruh rakyat baik golongan ekonomi lemah maupun pengusaha aktif dalam usaha mencapai kemakmuran bangsa. Selain itu, negara berperan dalam merencanakan, membimbing, dan mengarahkan kegiatan perekonomian. Dengan demikian terdapat kerja sama dan saling membantu antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
2. Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem ekonomi kerakyatan berlaku di Indonesia sejak terjadinya Reformasi di Indonesia pada tahun 1998. Pemerintah bertekad melaksanakan sistem ekonomi kerakyatan dengan mengeluarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa sistem perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan. Pada sistem ekonomi kerakyatan, masyarakat memegang aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah menciptakan iklim yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha.
Sistem Perekonomian Indonesia
Kemunculan suatu aliran ekonomi di dunia, akan selalu terkait dengan aliran ekonomi yang muncul sebelumnya. Begitu pula dengan garis hidup perekonomian Indonesia. Pergulatan kapitalisme dan sosialisme begitu rupa mempengaruhi ideologi perekonomian Indonesia.
Era pra-kemerdekaan adalah masa di mana kapitalisme mencengkeram erat Indonesia, dalam bentuk yang paling ekstrim. Pada masa ini, Belanda sebagai agen kapitalisme benar-benar mengisi tiap sudut tubuh bangsa Indonesia dengan ide-ide kapitalisme dari Eropa. Dengan ide kapitalisme itu, seharusnya bangsa Indonesia bisa berada dalam kelas pemilik modal. Tetapi, sebagai pemilik, bangsa Indonesia dirampok hak-haknya. Sebuah bangsa yang seharusnya menjadi tuan di tanahnya sendiri, harus menjadi budak dari sebuah bangsa asing. Hal ini berlangsung hingga bangsa Indonesia mampu melepaskan diri dari penjajahan belanda.
“Perekonomian Indonesia berdasarkan atas asas kekeluargaan.” Demikianlah kira-kira substansi pokok sistem perekonomian Indonesia paska kemerdekaan. Lalu apa hubungan substansi ini dengan dua aliran utama perekonomian dunia? Adakah korelasi sistem perekonomian Indonesia paska kemerdekaan ini dengan dua mainstrem tadi? Atau malah kapitalisme dan sosialisme sama sekali tidak berperan dalam melahirkan sistem perekonomian Indonesia?
Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas ada baiknya kita cari tahu dahulu seperti apakah sistem perekonomian Indonesia. Dengan melihat seperti apakah sistem perekonomian Indonesia secara tidak langsung kita sedikit-banyak akan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.
Di atas disinggung bahwa sistem perekonomian Indonesia beradasarkan asas kekeluargaan. Lalu, apa asas kekeluargaan itu?
Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1 yang berbunyi, “ Perekonomian disusun atas usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, di sini secara jelas nampak bahwa Indonesia menjadikan asas kekeluargaan sebagai fondasi dasar perekonomiannya. Kemudian dalam pasal 33 ayat 2 yang berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”, dan dilanjutkan pada pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” dari bunyinya dapat dilihat bahwa dua pasal ini mengandung intisari asas itu. Hal ini tercemin dari penguasaan negara akan sumber-sumber daya alam dan kemudian tindak lanjutnya adalah kembali pada rakyat, secara tersirat di sini nampak adanya kolektivitas bersama dalam sebuah negara. Meskipun dalam dua pasal ini tidak terlalu jelas kandungan asas kekeluargaanya, namun melihat pasal sebelumnya, kedua pasal inipun akan jadi terkait dengan asas kekeluargaan itu.
Kemudian dalam pasal 27 ayat dua yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Makna kekeluargaan di sini lebih jelas di bandingkan pasal 33 ayat 2 dan 3. Ada hak yang menjembatani antara negara dan warga negara. Hubungan ini tidak hanya sekedar apa yang harus di lakukan dan bagaimana memperlakukan. Tetapi ada nilai moral khusus yang menjadikannya istimewa. Dan nilai moral itu adalah nilai-nilai yang muncul karena rasa kekeluargaan. Dan hal ini pun tidak jauh beda dengan yang ada dalam pembukaan UUD, di dalamnya asas kekeluargaan juga muncul secara tersirat.
Mengacu pada pasal-pasal di atas, asas kekeluargaan dapat digambarkan sebagai sebuah asas yang memiliki substansi sebagai berikut; kebersamaan, idealis keadilan, persamaan hak, gotong-royong, menyeluruh, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Menilik dari substansi-substansi itu dapat diketahui bahwa sosialisme telah mengakar ke dalam tubuh perekonomian Indonesia. Ada bagian-bagian aliran sosialisme yang menjadi bagian sistem ekonomi kita. Dan yang perlu di garis bawahi, bagian-bagian aliran sosialisme yang diadopsi itu bukanlah bagian secara keseluruhan, melainkan hanya bagian-bagian yang dianggap sesuai dan baik untuk Indonesia.
Kemudian bagaimana dengan kapitalisme?
Kapitalisme lahir di Eropa dengan ide-ide pasar bebasnya. Tapi apakah hanya itu saja ide-ide kapitalisme? Dengan lantang kita akan menjawab tidak, sistem pasar bebas sendiri hanya bagian umum dari ide-ide kapitalisme, jadi tentu ada bagian-bagian yang lebih substantif dalam kapitalisme. Sebut saja, kebebasan bertindak, kepemilikan hak, kebebasan mengembangkan diri, dan banyak lagi, tentu ini adalah substansi kapitalisme yang baik, di luar itu lebih banyak lagi substansi-substansi kapitalisme yang tidak sesuai dengan sistem perekonomian Indonesia. Sejenak kita berfikir bahwa substansi-substansi itu bukankah ada dalam sistem ekonomi Indonesia.
Jadi antara kapitalisme dan sistem ekonomi Indonesia memang memiliki kaitan yang cukup erat, seperti halnya hubungan sosialisme dengan sistem ekonomi indonesia . Hal ini juga dipertegas dalam UUD’45, dalam pasal 27 ayat 2 yang telah dibahas di atas. Selain ada unsur sosialisme ternyata dalam pasal ini juga mengandung unsur kapitalisme. Hak untuk memilik pekerjaan ternyata juga termasuk hak kepemilikan yang merupakan substansi kapitalisme. Selain itu dalam pasal ini juga tersirat bahwa kewajiban negara adalah sebagai agen pelindung individu-individu sebagai warga negara. Tanggung jawab negara terhadap hak-hak individu ini adalah bagian dari substansi kapitalisme yang menjadikan individu-individu sebagai subjek.
Pelaku-pelaku Ekonomi dalam Sistem Perekonomian Indonesia
Setiap negara mempunyai permasalahan ekonomi dan setiap negara mempunyai cara tersendiri dalam mengatasinya. Ada negara yang dengan tegas menentukan bahwa pemerintah yang harus mengatasi setiap masalah ekonomi, dan pemerintahlah pula yang mengatur semua kegiatan ekonomi. Sebaliknya ada negara yang berpendapat bahwa dalam mengatasi setiap masalah ekonomi dan mengatur semua kegiatan ekonomi diserahkan pada pihak swasta. Selain itu ada juga negara yang mencari jalan tengah antara keduanya. Bagaimana setiap negara menjawab permasalahan-permasalahan ekonomi menunjukkan sistem ekonomi yang dianutnya. Dalam rangka menjalankan sistem ekonominya, negara akan membutuhkan pelaku-pelaku ekonomi.
Terdapat tiga pelaku utama yang menjadi kekuatan sistem perekonomian di Indonesia, yaitu perusahaan negara (pemerintah), perusahaan swasta, dan koperasi. Ketiga pelaku ekonomi tersebut akan menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam sistem ekonomi kerakyatan. Sebuah sistem ekonomi akan berjalan dengan baik jika pelaku-pelakunya dapat saling bekerja sama dengan baik pula dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian sikap saling mendukung di antara pelaku ekonomi sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan ekonomi kerakyatan.
1. Pemerintah (BUMN)
a. Pemerintah sebagai Pelaku Kegiatan Ekonomi
Peran pemerintah sebagai pelaku kegiatan ekonomi berarti pemerintah melakukan kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi.
1 ) Kegiatan produksi
Pemerintah dalam menjalankan perannya sebagai pelaku ekonomi, mendirikan perusahaan negara atau sering dikenal dengan sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2003, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dapat berbentuk Perjan (Perusahaan Jawatan), Perum (Perusahaan Umum), dan Persero (Perusahaan Perseroan). BUMN memberikan kontribusi yang positif untuk perekonomian Indonesia. Pada sistem ekonomi kerakyatan, BUMN ikut berperan dalam menghasilkan barang atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha hampir di seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri, dan perdagangan serta konstruksi. BUMN didirikan pemerintah untuk mengelola cabang-cabang produksi dan sumber kekayaan alam yang strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Misalnya PT Dirgantara Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara, PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), PT Pos Indonesia, dan lain sebagainya. Perusahaan-perusahaan tersebut didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, serta untuk mengendalikan sektor-sektor yang strategis dan yang kurang menguntungkan.
2 ) Kegiatan konsumsi
Seperti halnya yang telah kalian pelajari pada bab 8 mengenai pelaku-pelaku ekonomi, pemerintah juga berperan sebagai pelaku konsumsi. Pemerintah juga membutuhkan barang dan jasa untuk menjalankan tugasnya. Seperti halnya ketika menjalankan tugasnya dalam rangka melayani masyarakat, yaitu mengadakan pembangunan gedung-gedung sekolah, rumah sakit, atau jalan raya. Tentunya pemerintah akan membutuhkan bahan-bahan bangunan seperti semen, pasir, aspal, dan sebagainya. Semua barang-barang tersebut harus dikonsumsi pemerintah untuk menjalankan tugasnya. Contoh-contoh mengenai kegiatan konsumsi yang dilakukan pemerintah masih banyak, seperti membeli barang-barang untuk administrasi pemerintahan, menggaji pegawai-pegawai pemerintah, dan sebagainya.
3 ) Kegiatan distribusi
Selain kegiatan konsumsi dan produksi, pemerintah juga melakukan kegiatan distribusi. Kegiatan distribusi yang dilakukan pemerintah dalam rangka menyalurkan barang-barang yang telah diproduksi oleh perusahaanperusahaan negara kepada masyarakat. Misalnya pemerintah menyalurkan sembilan bahan pokok kepada masyarakat-masyarakat miskin melalui BULOG. Penyaluran sembako kepada masyarakat dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan distribusi yang dilakukan oleh pemerintah harus lancar. Apabila kegiatan distribusi tidak lancar akan memengaruhi banyak faktor seperti terjadinya kelangkaan barang, harga barang-barang tinggi, dan pemerataan pembangunan kurang berhasil. Oleh karena itu, peran kegiatan distribusi sangat penting.
b . Pemerintah sebagai Pengatur Kegiatan Ekonomi
Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi tidak hanya berperan sebagai salah satu pelaku ekonomi, akan tetapi pemerintah juga berperan dalam merencanakan, membimbing, dan mengarahkan terhadap jalannya roda perekonomian demi tercapainya tujuan pembangunan nasional.
2. Swasta (BUMS)
BUMS adalah salah satu kekuatan ekonomi di Indonesia. BUMS merupakan badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh pihak swasta. Tujuan BUMS adalah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. BUMS didirikan dalam rangka ikut mengelola sumber daya alam Indonesia, namun dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan pemerintah dan UUD 1945. BUMS dalam melakukan perannya mengandalkan kekuatan pemilikan modal. Perkembangan usaha BUMS terus didorong pemerintah dengan berbagai kebijaksanaan.
Perusahaan-perusahaan swasta sekarang ini telah memasuki berbagai sektor kehidupan antara lain di bidang perkebunan, pertambangan, industri, tekstil, perakitan kendaraan, dan lain-lain. Perusahaan swasta terdiri atas dua bentuk yaitu perusahaan swasta nasional dan perusahaan asing.
3. Koperasi
Badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hokum koperasi denga melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.






KESIMPULAN
Pada akhirnya pembahasan ini berujung pada sebuah seruan penerapan ekonomi islam melalui pengembalian asas ekonomi kerakyatan yang telah lama digagas pendiri negara ini sebagai dasar berekonomi Indonesia yang sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin masyrakat hidup dengan sejahtera di sebuah negara. Untuk itu perlu adanya sebuah kebijakan pemerataan ekonomi.
Pemerataan ekonomi sebagai hasil akhir dari penerapan ekonomi kerakyatan ini akan berujung pada keberkahan dunia akhirat jika pada akhirnya bertujuan menerapkan prinsip islam dalam berekonomi dan bernegara. Untuk mencapai tujuan itu maka segala hal yang mengandung riba, gharar dan maysir harus dihilangkan dalam system ekonomi negara ini.

Daftar pustaka
http://dc416.4shared.com/doc/uWtp39Bt/preview.html
http://www.smecda.com/kajian/files/hslkajian/Kajian_Inovatif/1_Model/4_BAB%20II.pdf

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=Peranan+ekonomi+kerakyatan+sebagai+landasan+perekonomian+indonesia&source=web&cd=10&ved=0CFgQFjAJ&url=http%3A%2F%2Fwww.smecda.com%2Fkajian%2Ffiles%2Fhslkajian%2FKajian_Inovatif%2F1_Model%2F4_BAB%2520II.pdf&ei=9Zt2T6CJNbCaiAf285WABQ&usg=AFQjCNHS2x15LigqmqVgdwhZR7fWtGs68Q&cad=rja

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=Peranan+ekonomi+kerakyatan+sebagai+landasan+perekonomian+indonesia&source=web&cd=7&ved=0CEUQFjAG&url=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F24835083%2F1507438776%2Fname%2FBAB%2BII%2BLandasan%2BTeori.rtf&ei=9Zt2T6CJNbCaiAf285WABQ&usg=AFQjCNHtg_qkgnY23KcCI6XBcSBPxcvOaA&cad=rja
http://putrijulaiha.wordpress.com/2011/04/08/sistem-perekonomian-indonesia/
http://www.pradipha.com/2012/03/makalah-pemberdayaan-ekonomi-kerakyatan.html

PERAN PERBANKAN DAN PEREKONOMIAN INDONESIA


NAMA :HENI HENDRAYANI
NPM :33209138
KELAS : 3DD04
TUGAS : EKONOMI KOPERASI (SOFTSKILL)
UNIVERSITAS GUNADARMA


















ABSTRAK
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang berorientasi profit, senantiasa menghindari hal-hal yang akan menyebabkan terjadinya kredit macet. Bagaimanapun, perbankan bertanggung-jawab langsung kepada para pemilik dana, terutama para nasabah, deposan atau masyarakat luas.
Pada dasarnya antara sektor perbankan dan dunia usaha terjadi simbiosis mutualisme, simbiosis yang saling menguntungkan. Dunia usaha tumbuh dan berkembang tak lain karena kontribusi perbankan.
Demikian pula sebaliknya, volume usaha bank membengkak, tak lain karena adanya aktivitas dunia usaha. Simbiosis itu bisa terus meluas dan makin berkembang, mencakup semua skala usaha, mengikutsertakan seluruh bank, baik bank yang kecil maupun besar, milik pemerintah atau swasta.
Penyaluran kredit bisa benar-benar diefektifkan dan dioptimalkan. Sudah selayaknya, tidak ada lagi “uang tidur”, tetapi terus-meneus berputar mengongkosi sektor riil. Dalam hal ini, tentu saja dibutuhkan sistem manajemen perbankan dan dunia usaha yang benar-benar mantap dan stabil.
Bukanlah hal itu pula yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional, yakni adanya sektor usaha yang terus menerus berkembang, yang tak terlepas dari peranan sektor perbankan. Kontribusinya, antara lain penyerapan tenaga kerja; penyediaan barang konsumsi dalam negeri, peningkatan ekspor, pajak bagi negara, dan sebagainya.








KATA KUNCI : peran perbankan dan perekonomian Indonesia
PENDAHULUAN

Para ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank umum sebagai institusi keuangan yang berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut bank umum melaksanakan fungsi intermediasi. Karena diizikan mengumpulkan dana dalam bentuk deposito, bank umum disebut juga sebagai lembaga keuangan depositori. Berdasarkan kemampuannya menciptakan uang (giral), bank umum dapat juga disebut sebagai bank umum pencipta uang giral.
Pengertian bank umum menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 :
“Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.“
Sebelum ada bank, orang-orang melakukan transaksi barter untuk memenuhi kebutuhannya dalam meminjam uang dan menyimpan uang. Tapi resiko itu sangat besar karena jika salah satu pihak mengalami kerugian, maka pihak yang satunya lagi yang harus bertanggung jawab. Saat bank didirkian, fungsi dari bank itu sendiri adalah untuk menyimpan dan memberikan kredit kepada orang-orang untuk menyimpan uangnya dan memberikan kredit kepada orang-orang yang memerlukan.
Pada saat itulah fungsi bank menjadi perantara antara kedua belah pihak yang ingin mendeposit dan juga yang ingin mengkredit. Deposit pun dibagi menjadi tiga yaitu: saving depposit (tabungan), demmand deposit (giro), time deposit (deposito). Bank didirikan pasti juga bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Maka daripada itu, bank memberikan bunga kepada pihak-pihak yang meminjam (mengkredit) uang dibank. Selain bank ada juga Capital Market (Pasar Modal), bankpun bekerjasama dengan pasar modal dengan cara menanamkan sahamnya di capital market. Dalam pasar modal sistem penyimpanan uang itu dalam bentuk saham (stock) dan obligasi (surat hutang). Sahampun taerbagi atas dua jenis: Deviden dan Capital Gain, Capital Gain adalah penyimpanan dengan cara short transaction. Bank disebut juga “Indirect Investment”. Jika bunga Capital Market naik 20% maka pihak B rugi dan yang terkena imbas juga pihak A. Jika Indirect Investment dengan bunga 20% jika B rugi maka yang menanggung adalah Bank dengan faktor transfer of risk yaitu: i1 < i3, i2 > i3 .
Dalam sistem kerjanya dan pertanggungan terhadap nasabahnya bank tidak ingin menanggung sendiri, maka daripada itu bank juga bekerjasama dengan perusahaan asuransi. Bank bekerja sama dengan “Asuransi” agar bank tidak rugi dengan cara premi dan uang pertanggungan. Pihak asuransi pun tidak ingin menanggung itu sendiri, maka pihak asuransi itupun bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan asuransi lainnya yg bisa disebut seperti Premiasuransi, Reasuransi, Retrocessi dan Cappital Flight.

Bank juga mendirikan leasing untuk menambahkan keuntungannya. Tugas dari leasing adalah untuk mencari nasabah yang ingin meminjam uang atau mengkredit uang. Biasanya leasing berguna saat orang-orang ingin mengkredit sebuah kendaraan bermotor dll. Leasingpun juga bekerja sama dengan asuransi. Dengan pergerakan itu juga asuransi membagi bagian-bagian untuk membagi tugas dan bergabung di capital market dengan membeli saham-saham bang ataupun leasing yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi itu sendiri. Agar asuransi dan bank itu selalu bekerjasama karena perusahaan asuransi itu juga memilihki saham atas bank yang bekerjasama dengan perusahaan asuransi tersebut. Dan itulah sirklus dari bank dalam perekonomian Indonesia.












PEMBAHASAN
Perbankan ibarat jantung, peranannya penting untuk memastikan ekonomi bergerak. Karena itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta perbankan berkontribusi agar pertumbuhan ekonomi Indonesia terus positif dalam lima tahun mendatang. Presiden mengatakan hal ini dalam bagian lain sambutannya saat menerima Masyarakat Perbankan Indonesia di Istana Merdeka, Senin (1/3) siang.
“Di masa damai, bank menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Di masa krisis, apabila bank runtuh, hampir pasti perekonomian juga runtuh,” kata Presiden. ”Your roles are very important, memastikan pergerakan perekonomian, termasuk sektor riil itu berjalan dengan baik,” SBY menambahkan.

Presiden menjelaskan, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang positif dalam lima tahun mendatang diperlukan penggunaan sumberdaya yang maksimal. ”Berkontribusilah agar pertumbuhan kita makin tinggi. Berkontribusilah agar investasi makin meningkat, dalam dan luar negeri, dari segi financing. Berkontribusilah agar ekspor kita juga makin meningkat,” kata Presiden. ”Kalau ekspor meningkat, industri bergerak, pertanian bergerak, akhirnya pertumbuhan terjadi dan akhirnya kesejahteraan rakyat bisa kita tingkatkan, pengangguran bisa kita kurangi, kemiskinan bisa kita turunkan,” Presiden SBY menjelaskan.

Menanggapi isu-isu yang berkembang di masyarakat perbankan terkait KUR (Kredit Usaha Rakyat) serta isu honor dan fee untuk para pejabat, Presiden meminta perbankan melakukan beberapa perbaikan. Presiden menganjurkan perbankan memperbaiki mekanisme penyaluran KUR dan tetap bekerjsama dengan daerah agar KUR tetap bisa mengalir. ”KUR itu sudah kami alokasikan setiap tahun sebesar Rp 2 trilliun yang bisa digandakan 10 kali, menjadi Rp 20 triliun. Secara teoritis bisa kita alirkan kepada usaha kecil, mikro, dan menengah,” jelas Presiden.

Terkait isu honor para pejabat yang diterima dari bank pembangunan daerah, Presiden mengimbau untuk membuat aturan-aturan yang jelas. ”Tidak boleh tidak ada kepastian. Mana honor yang boleh, mana honor yang tidak boleh. Atur, berlaku untuk semua,” tegas Presiden SBY.

Di akhir arahannya, Presiden menegaskan bahwa dalam setiap krisis tindakan harus tetap diambil. ”Kalau ada krisis harus kita ambil tindakan, judgement. Tentu tidak benar jika di pidanakan,” kata SBY. (yun/pressby.info)

Pengertian atau definisi bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya ke dalam masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Sehubungan dengan definisi bank tersebut bank menduduki posisi yang strategis di dalam perekonomian nasional karena :

1. Peranan Bank Dalam Pembangunan Nasional
Kegiatan bank dalam menghimpun atau memobilisasi dana yang menganggur dari masyarakat dan perusahaan-perusahaan kemudian disalurkan ke dalam usaha-usaha yang produktif untuk berbagai sektor ekonomi seperti pertanian, pertambangan, perindustrian, pengangkutan, perdagangan dan jasa-jasa lainnya akan meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan masyarakat.
Demikian pula akan membuka dan memperluas lapangan atau kesempatan kerja. Sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang menganggur di dalam masyarakat. Kegiatan dalam pemberian jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang dapat membantu memperbesar dan memperlancar arus barang-barang dan jasa-jasa dalam masyarakat.

2. Peranan Bank dalam Pembagian Pendapatan Masyarakat
Dalam kebijakan pemberian kredit bank mempunyai peranan yang sangat penting karena turut menentukan pembagian pendapatan masyarakat.
Kredit merupakan sarana yang ampuh bagi mereka yang memperolehnya, sebab dengan memperoleh kredit seseorang dapat menguasai faktor-faktor produksi untuk kegiatan usahanya. Makin besar kredit yang diperoleh, makin besar pula faktor produksi yang dikuasai, sehingga makin besar pula bagian pendapatan masyarakat yang dapat diraihnya. Sehubungan dengan itu melalui sistem perbankan yang kita miliki dan kebijakan perkreditan yang tepat bank dapat melaksanakan fungsinya dalam membantu pemerintah untuk memeratakan kesempatan berusaha dan pendapatan di dalam masyarakat. Dengan demikian kita dapat turut mewujudkan masyarakat yang kita cita-citakan, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.

Dunia usaha dan peran perbankan
Ketergantungan dunia usaha (sektor riil) terhadap sektor perbankan tampaknya semakin tinggi. Usaha apapun, baik dalam bidang industri, perdagangan, jasa, konstruksi, pertambangan, pertanian, dan sebagainya amat tergantung pada pembiayaan dari bank.
Berbagai proyek investasi dalam lingkup dan skala apapun sering menggunakan dana perbankan, yakni dalam bentuk kredit atau pinjaman. Sudah tentu berbagai usaha atau investasi tersebut harus memberikan keuntungan yang memadai, paling tidak dapat menutupi biaya produksi dan membayar pinjaman bank dan bunganya.
Di sinilah manajemen berperan. Manajemen tak lain merupakan seni, mengupayakan agar berbagai faktor produksi dapat terintegrasi secara terpadu, hingga menghasilkan nilai tambah yang optimal. Nilai tambah tersebut bisa diukur dengan besarnya Return On Equity (ROE), yakni menggambarkan berapa besarnya keuntungan yang bisa diperoleh untuk setiap uang (rupiah/dolar) yang ditanamkan.
Bank selaku kreditur atau pembiaya, cenderung hanya memilih perusahaan yang memiliki ROE yang cukup tinggi. Sebab, jika tingkat keuntungan usaha masih di bawah tingkat suku bunga deposito, bisa dikatakan bahwa usaha itu relatif kurang menguntungkan.
Para pemilik modal akan berpikir-pikir dulu sebelum membeli saham perusahaan, sebab suku bunga deposito relatif lebih tinggi dari ROE. Demikian juga dengan perbankan, melalui analisis kredit akan mencoba mengukur, membandingkan dan memperhitungkan tingkat keuntungan (feasibility study) dari sebuah usaha.
Berdasarkan fakta di atas, sudah tentu tingkat suku bunga yang tinggi sebenarnya kurang dikehendaki oleh dunia usaha. Karena secara langsung menuntut tingkat ROE yang tinggi, berarti perusahaan harus benar-benar meningkatkan produktivitas dan efisiensinya.
Sepanjang tingkat suku bunga itu masih logis, sebenarnya dunia usaha terkena dampak positif, yakni senantiasa meningkatkan produktivitasnya dan efisiensinya. Tetapi jika tingkat suku bunga itu sudah tak logis lagi, hanya akan menimbulkan kepenatan dan frustasi bagi para pengusaha. Nah, tingkat keuntungan usaha yang tinggi sebagai besar justru harus diserahkan pada bank untuk membayar utang ditambah bunga. Sedangkan kesempatan untuk menikmati hasil dan melakukan reinvestasi relatif kecil. Dengan kata lain, menjalankan usaha hanya untuk membayar suku bunga kredit yang menggunung. Sudah jelas, kondisi tersebut sama sekali tak menyehatkan iklim berusaha.
Selain masalah suku bunga yang tinggi, hal lainnya yang menyebabkan terhambatnya dunia usaha ialah persoalan mengenai agunan. Terutama bagi usaha skala menengah ke bawah, agunan seolah menjadi bumerang.
Sudah tentu, sebagian besar pelaku usaha kecil tidak memiliki agunan. Padahal, salah satu syarat utama untuk memperoleh kredit perbankan, yakni adanya barang yang dijaminkan (agunan), umpamanya sertifikat hak milik (tanah, bangunan, atau yang lainnya).
Dengan adanya aturan mengenai agunan ini, usaha besar yang relatif memiliki modal yang kuat (cadangan agunanya besar), bisa menikmati kredit perbankan dengan mudah. Bahkan, untuk perusahaan-perusahaan yang dikenal bonafide, agunan seolah bukan menjadi persyaratan. Hal itu tak lain karena tingkat keuntungan usaha (ROE) yang cukup tinggi, hingga perbankan seolah tak khawatir dana yang disalurkan akan macet. Padahal, kredit macet terjadi dalam semua skala usaha, baik kecil, menengah, besar atau raksasa.
Hanya sektor usaha yang benar-benar “sehat” saja yang mampu mengembalikan kredit sesuai jadwal. Jadi persoalannya, bagaimana agar sektor usaha benar-benar sehat. Dalam hal ini tidak selalu tergantung pada besar skala usaha. Usaha kecil yang sehat lebih berhak atas kredit perbankan daripada usaha besar yang “sakit”.
Supaya agunan tidak lagi menjadi syarat mutlak, maka sangat diperlukan kepiawaian tenaga perbankan (analisis kredit) dalam menilai kelayakan usaha, yakni melalui proposal.
Selain itu, diperlukan kecermatan dalam menilai siapa pelaku usahanya, apakah secara keseluruhan bisa dikatakan bonafide. Dalam hal ini, bonafide tidak hanya ditentukan oleh besarnya modal atau agunan yang dimiliki, tetapi bagaimana kapasitas sumber daya atau potensinya.
Apakah memiliki prospek dan wawasan yang jelas dan konkret dalam dunia usaha, atau hanya sekedar mencoba-coba, tak begitu serius. Sekali lagi, dalam hal ini hendaknya pihak perbankan tidak bersikap apriori terhadap kemampuan pengusaha skala kecil.
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang berorientasi profit, senantiasa menghindari hal-hal yang akan menyebabkan terjadinya kredit macet. Bagaimanapun, perbankan bertanggung-jawab langsung kepada para pemilik dana, terutama para nasabah, deposan atau masyarakat luas.
Pada dasarnya antara sektor perbankan dan dunia usaha terjadi simbiosis mutualisme, simbiosis yang saling menguntungkan. Dunia usaha tumbuh dan berkembang tak lain karena kontribusi perbankan.
Demikian pula sebaliknya, volume usaha bank membengkak, tak lain karena adanya aktivitas dunia usaha. Simbiosis itu bisa terus meluas dan makin berkembang, mencakup semua skala usaha, mengikutsertakan seluruh bank, baik bank yang kecil maupun besar, milik pemerintah atau swasta.
Penyaluran kredit bisa benar-benar diefektifkan dan dioptimalkan. Sudah selayaknya, tidak ada lagi “uang tidur”, tetapi terus-meneus berputar mengongkosi sektor riil. Dalam hal ini, tentu saja dibutuhkan sistem manajemen perbankan dan dunia usaha yang benar-benar mantap dan stabil.
Bukanlah hal itu pula yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional, yakni adanya sektor usaha yang terus menerus berkembang, yang tak terlepas dari peranan sektor perbankan. Kontribusinya, antara lain penyerapan tenaga kerja; penyediaan barang konsumsi dalam negeri, peningkatan ekspor, pajak bagi negara, dan sebagainya.
Kinerja Bank Dunia di Indonesia
Bank Dunia telah aktif di Indonesia sejak 1967. Sejak saat itu hingga saat ini, Bank Dunia telah membiayai lebih dari 280 proyek dan program pembangunan senilai 26,2 milyar dollar atau setara dengan Rp243,725 triliun (dengan kurs Rp9.302 per USD). Menurut Managing Director The World Bank Group, Ngozi Okonjo (30/1/2008), pinjaman tersebut telah digunakan pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan energi, industri, dan pertanian. Sementara yang sektor yang paling mendominasi selama 20 tahun pertama yakni infrastruktur yang pemberiannya kepada masyarakat miskin. Total hutang Indonesia kepada Bank Dunia adalah 243,7 Trilyun rupiah dan total hutang pemerintah Indonesia kepada berbagai pihak mencapai 1600 Trilyun rupiah.
Anggoro (2008) menulis, ada beberapa tugas Bank Dunia di Indonesia. Pertama, memimpin Forum CGI. Aggota CGI (Consultative Group meeting on Indonesia) adalah 33 negara dan lembaga-lembaga donor yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia. CGI “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas ekonomi liberal. Dalam hal ini, Bank Dunia bertugas menciptakan pasar yang kuat bagi kepentingan negara-negara dan lembaga donor.
Tugas kedua Bank Dunia adalah menyediakan hutang dalam jumlah besar, bekerjasama dengan Jepang dan ADB (Asian Development Bank). Tugas Bank Dunia yang lain adalah mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar.
Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang proyek dan hutang dana segar
a. Hutang Proyek
Hutang proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Namun, sayangnya, hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama, seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.
b. Hutang Dana Segar
Hutang dana segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang bentuknya, antara lain:
1. swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan
2. deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor
3. pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik, pupuk dan rokok
4. menaikkan tarif telepon dan pos
5. menaikkan harga bahan bakar (BBM)
Besarnya jumlah hutang (yang terus bertambah) membuat pemerintah juga harus terus mengalokasikan dana APBN untuk membayar hutng dan bunganya. Sebagai illustrasi, dapat kita lihat data APBN 2004 dimana pemerintah mengalokasikan Rp 114.8 trilyun (28% dari total anggaran) untuk belanja daerah, Rp 113.3 trilyun untuk pembayaran utang dalam dan luar negeri (27% dari total anggaran), dan subsidi hanya Rp 23.3 trilyun (5% dari total anggaran). Dari ketiga komponen anggaran belanja tersebut, anggaran belanja daerah dan subsidi masing-masing mengalami penurunan sebesar Rp 2 trilyun dan Rp 2.1 trilyun. Sedangkan alokasi untuk pembayaran utang mengalami kenaikan sebesar Rp 14.1 trilyun.
Komposisi dalam anggaran belanja negara tersebut mencerminkan besarnya beban utang tidak saja menguras sumber-sumber pendapatan negara, tetapi juga mengorbankan kepentingan rakyat berupa pemotongan subsidi dan belanja daerah. Karena itu, meski Bank Dunia memiliki semboyan “working for a world free of poverty”, namun meski telah lebih dari 60 tahun beroperasi di Indonesia, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2009, ada 31,5 juta penduduk miskin di Indonesia.
Anggoro (2008), peneliti dari Institute of Global Justice, menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia adalah sebagai berikut.
1. Kerugian dalam bidang ekonomi
- Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia)
- Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya.
- Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.
- Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas-universitas.
- Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon.
2. Kerugian dalam bidang politik
- Keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung kepada Bank Dunia dan mempengaruhi keputusan-keputusan politik yang dibuat pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan Bank Dunia.
Hal ini juga diungkapkan ekonom Rizal Ramli (2009), ”Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.”
Cara kerja Bank Dunia (dan lembaga-lembaga donor lainnya) dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan hutang, diceritakan secara detil oleh John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit Men”. Perkins adalah mantan konsultan keuangan yang bekerja pada perusahaan bernama Chas T. Main, yaitu perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini memberikan konsultasi pembangunan proyek-proyek insfrastruktur di negara-negara berkembang yang dananya berasal dari hutang kepada Bank Dunia, IMF, dll.
Mengenai pekerjaannya itu, Perkins (2004: 13-16) menulis, “…saya mempunyai dua tujuan penting. Pertama, saya harus membenarkan (justify) kredit dari dunia internasional yang sangat besar jumlahnya, yang akan disalurkan melalui Main dan perusahaan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster) melalui proyek-proyek engineering dan konstruksi raksasa. Kedua, saya harus bekerja untuk membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut (tentunya setelah mereka membayar Main dan kontraktor Amerika lainnya), sehingga mereka untuk selamanya akan dicengkeram oleh para kreditornya, dan dengan demikian negara-negara penerima utang itu akan menjadi target yang mudah ketika kita memerlukan yang kita kehendaki seperti pangkalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”
Dalam wawancaranya dengan Democracy Now! Perkins mengatakan, “Pekerjaan utama saya adalah membuat kesepakatan (deal-making) dalam pemberian hutang kepada negara-negara lain, hutang yang sangat besar, jauh lebih besar daripada kemampuan mereka untuk membayarnya. Salah satu syarat dari hutang itu adalah—contohnya, hutang 1 milyar dolar untuk negara seperti Indonesia atau Ecuador—negara ini harus memberikan 90% dari hutang itu kepada perusahaan AS untuk membangun infrastruktur, misalnya perusahaan Halliburton atau Bechtel. Ini adalah perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan ini kemudian akan membangun jaringan listrik, pelabuhan, atau jalan tol, dan ini hanya akan melayani segelintir keluarga kaya di negara-negara itu. Orang-orang miskin di sana akan terjemak dalam hutang yang luar biasa yang tidak mungkin bisa mereka bayar.”
Untuk kasus Ekuador, Perkins menulis, negara itu kini harus memberikan lebih dari 50% pendapatannya untuk membayar hutang. Hal itu tentu tak mungkin dilakukan Ekuador. Sebagai kompensasinya, AS meminta Ekuador agar memberikan ladang-ladang minyaknya kepada perusahaan-perusahaan minyak AS yang kini beroperasi di kawasan Amazon yang kaya minyak.
Tak heran bila kemudian ekonom Joseph Stiglitz pada tahun 2002 mengkritik keras Bank Dunia dan menyebutnya “institusi yang tidak bekerja untuk orang miskin, lingkungan, atau bahkan stabilitas ekonomi”. Dengan demikian, menurut Stiglitz, Bank Dunia pada prakteknya menyalahi tujuan didirikannya bank tersebut, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, yaitu untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan menjaga kestabilan ekonomi.
Melihat kinerja seperti ini, menurut Anggoro (2008), Bank Dunia sesungguhnya telah melanggar Piagam PBB yang menyebutkan, “to employ international machinery for the promotion of the economic and social advancement of all peoples”. Dengan kata lain, Bank Dunia sebagai salah satu organ PBB mendapatkan mandat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa. Bank Dunia malah memfokuskan operasinya pada penguatan pasar dan keuangan melalui ekspansi ekonomi perusahaan multinasional, dan membiarkan Indonesia selalu berada dalam jeratan hutang tak berkesudahan.

Hukum Perbankan : Seputar Pengertian Perbankan
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.
Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1. Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.

3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.

4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
Jasa-jasa ini amat memudahkan dan memberikan rasa aman dan nyaman kepada pihak yang menggunakannya.
Dalam pertumbuhan ekonomi sebenarnya, sejauhmana peranan bank dalam membantu usaha para nasabah yang memerlukan dana, baik dana Investasi maupun dana untuk modal kerja diharapkan adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.
Bagi pemerintah sendiri dengan menyebarnya pemberian kredit akan menambah penerimaan pajak dari keuntungan dari para nasabah dan bank dan adanya kesempatan kerja jika kredit digunakan sebagai pembangunan usaha baru atau perluasan usaha sehingga dapat menyedot tenaga kerja baru.
Meningkatnya jumlah barang dan jasa jelaslah bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang yang beredar di masyarakat.
Akan menambah deviasa negara terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit, yang jelas akan menghemat devisa negara.
Yang menjadikan permasalahan saat ini adalah apakah seluruh bank-bank swasta yang ada di Indonesia dapat dikatakan sehat dan para nasabah untuk mendapatkan dana dapat memenuhi syarat-syarat yang berlaku di dunia perbankan.
Bank-bank swasta di Indonesia tidaklah seluruhnya dapat dikatakan sehat. Adanya ijin pendirian bank umum, biasanya akan diberikan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, persyaratan pendirian sebuah bank adalah :
• Susunan organisasi dan kepengurusan.
• Permodalan.
• Kepemilikan.
• Keahlian di bidang perbankan.
• Kebijakan rencana kerja.
Setelah sebuah bank terbentuk apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan bahkan dihentikan kegiatan operasinya.

Salah satu penilaian yang dilakukan Bank Indonesia adalah Aspek Permodalan.
Yang dinilai disini adalah permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Artinya bagi dunia perbankan yang mengelola bisnis kepercayaan dimana hidupnya sangat tergantung dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Kalau masyarakat sudah tidak percara lagi kepada salah satu bank maka dampaknya akan berakhir riwayat bank tersebut.
Permasalahan yang lain adalah adanya kredit macet. Dimana ada dua faktor sehingga terjadinya kredit macet yaitu :
Pertama dari pihak perbankan. Dalam hal ini untuk melakukan analisis setiap pemohon kredit kurang teliti, sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak terprediksi sebelumnya.
Kedua dari pihak nasabah, adanya unsur kesengajaan dalam hal ini adanya kesengajaan, nasabah tidak mau membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan macet.
Bisa juga unsur ketidak sengajaan dari debitur, karena sesuatu hal debitur tidak mau membayar akan tetapi tidak mampu.
Tetapi apa sebenarnya yang terjadi jika dari perbankan sendiri yang selalu menghadapi kendala.

Berikut ini adalah sedikit gambaran atau peta perbankan yang dapat mempengaruhi kondisi perekonomian di Indonesia.
Harapan masyarakat, pemerintah dan kalangan perbankan diminta secepatnya mengembalikan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi, bila ingin ekonomi Indonesia cepat keluar dari krisis berkepanajangan dan jangan membuat lembaga ini menjadi mandul.
Pengembalian fungsi intermediasi tersebut didasarkan atas kegiatan mobilisasi dana secara agresif oleh kalangan perbankan di Indonesia. Namun dana tersebut belum mampu didistribusikan menjadi kredit untuk sektor riil, sehingga roda ekonomi serta penyerapan tenaga kerja bisa berlanjut.
Percepatan penyaluran kredit dapat dilakukan melalui tersedianya tata kelola kredit yang dapat menghindarkan jebakan kredit macet seperti kehadiran unit monitoring kredit dan usaha debitur sebagai pelengkap.
Ada beberapa strategi bagi penguatan keuangan dan sektor riil selain mengambalikan fungsi bank sebagai lembaga intermediasai, diantaranya memberikan fasilitas untuk penguatan bank non-rekapitalisasi.
Didasarkan atas semakin meningkatnya konsentrasi industri perbankan dengan kekuatan pada bank rekap, dimana kenyataan ini mengakibatkan kesulitan memperbaiki kinerja perbankan nasional.
Untuk mendorong terwujudnya kemitraan antara lembaga keuangan dan pengguna jangka panjang untuk pencapaian efisiensi pembiayaan melalui orientasi informasi yang lengkap untuk kedua belah pihak.
Strategi lainnya memperkuat fungsi lembaga keuangan lainnya sebagai alternatif pendanaan sektor riil. Pengertian tersebut mempunyai sasran tersalurnya kredit untuk sektor produktif dan bukan diprioritaskan pada konsumsi atau perdaganngan.
Langkah lain dalam penguatan lembaga keuangan dan sektor riil, yaitu kebijakan menjaga stabilitas moneter, khususnya dalam pengendalian inflansi yang kerap menimbulkan Trade Off.

KRISIS EKONOMI GLOBAL
Seluruh dunia telah diliputi oleh krisis financial (krisis ekonomi global), seluruh negara-negara di dunia baik itu negara maju maupun negara berkembang telah terjebak dalam kesulitan yang sangat rumit. Beberapa negara yang sebelumnya menikmati kondisi ekonomi yang kuat yang mempunyai teknologi yang canggih dalam hal ilmu pengetahuan, pangan, senjata, obat-obatan terlihat hancur perekonomiannnya. Fakta dari masalah tersebut adalah bahwa ekonomi negara-negara tersebut ditopang oleh kebijakan yang sangat rapuh yang meyebabkan collaps terkena dampak krisis ekonomi global.
Krisis finansial global yang menyebabkan menurunnya kinerja perekonomian dunia secara drastis pada tahun 2008 diperkirakan masih akan terus berlanjut, bahkan akan meningkat intensitasnya pada tahun 2009. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, selain menyebabkan volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam, juga akan berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut, terjadinya penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran dunia. Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini dapat merusak fundamental perekonomian, dan memicu terjadinya krisis ekonomi.
Kekhawatiran atas dampak negatif pelemahan ekonomi global terhadap perekonomian di negara-negara emerging markets dan fenomena flight to quality dari investor global di tengah krisis keuangan dunia dewasa ini, telah memberikan tekanan pada mata uang seluruh dunia, termasuk Indonesia dan mengeringkan likuiditas dolar Amerika Serikat di pasar domestik banyak negara. Hal ini menyebabkan pasar valas di negara-negara maju maupun berkembang cenderung bergejolak di tengah ketidakpastian yang meningkat.
Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, meskipun Indonesia telah membangun momentum pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, tidak akan terlepas dari dampak negatif perlemahan ekonomi dunia tersebut. Krisis keuangan global yang mulai berpengaruh secara signifikan dalam triwulan III tahun 2008, dan second round effectnya akan mulai dirasakan meningkat intensitasnya pada tahun 2009, diperkirakan akan berdampak negatif pada kinerja ekonomi makro Indonesia dalam tahun 2009 baik di sisi neraca pembayaran dan neraca sektor riil, maupun sektor moneter dan sektor fiskal (APBN).
Dampak negatif yang paling cepat dirasakan sebagai akibat dari krisis perekonomian global adalah pada sektor keuangan melalui aspek sentimen psikologis maupun akibat merosotnya likuiditas global. Penurunan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai sekitar 50,0 persen, dan depresiasi nilai tukar rupiah disertai dengan volatilitas yang meningkat. Sepanjang tahun 2008, nilai tukar rupiah telah terdepresiasi sebesar 17,5 persen. Kecenderungan volatilitas nilai tukar rupiah tersebut masih akan berlanjut hingga tahun 2009 dengan masih berlangsungnya upaya penurunan utang (deleveraging) dari lembaga keuangan global.
Krisis keuangan Amerika Serikat menyebabkan masalah global keuangan dunia, untuk mengatasi hal tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan sepuluh arahan: (1) semua kalangan tetap optimis, dan bersinergi menghadapi krisis keuangan, (2) tetap pertahankan nilai pertumbuhan enam persen, (3) optimalisasi APBN 2009, (4) dunia usaha khususnya sektor riil harus tetap bergerak, (5) semua pihak agar cerdas menangkap peluang, (6) galakkan kembali penggunaan produk dalam negeri, (7)tingkatkan sikap profesionalisme, (8) kerja sama dalam menghadapi masalah, (9) tidak melakukan langkah non partisan, (10)komunikasi yang bijak. Sementara itu Mudrajad Kuncoro (2008) mengatakan bahwa setidaknya ada dua langkah strategis dalam mengatasi dampak krisis keuangan global, yaitu Demand pull strategy dan supply push strategy. Demand pull strategy mencakup strategi perkuatan sisi permintaan, yang bisa dilakukan dengan perbaikan iklim bisnis, fasilitasi mendapatkan HAKI (paten), fasilitasi pemasaran domestik dan luar negeri dan menyediakan peluang pasar. Langkah strategis lainnya adalah supply push strategy yang mencakup strategy pendorong sisi penawaran, ini bisa dilakukan dengan ketersediaan bahan baku, dukungan permodalan, bantuan teknologi/mesin/alat, dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia.
Penyebab Krisis Ekonomi Global
Di tengah dinamika ekonomi global yang terus-menerus berubah dengan akselerasi yang semakin tinggi sebagaimana digambarkan di atas, Indonesia mengalami terpaan badai krisis yang intensitasnya telah sampai pada keadaan yang nyaris menuju kebangkrutan ekonomi.
Krisis ekonomi – yang dipicu oleh krisis moneter – beberapa waktu yang lalu, paling tidak telah memberikan indikasi yang kuat terhadap tiga hal. Pertama, kredibilitas pemerintah telah sampai pada titik nadir. Penyebab utamanya adalah karena langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dalam merenspons krisis selama ini lebih bersifat “tambal-sulam”, ad-hoc, dan cenderung menempuh jalan yang berputar-putar.
Selain itu, seluruh sumber daya yang dimiliki negeri ini dicurahkan sepenuhnya untuk menyelamatkan sektor modern dari titik kehancuran. Sementara itu, sektor tradisional, sektor informal, dan ekonomi rakyat, yang juga memiliki eksistensi di negeri ini seakan-akan dilupakan dari wacana penyelamatan perekonomian yang tengah menggema.
Kedua, rezim Orde Baru yang selalu mengedepankan pertumbuhan (growth) ekonomi telah menghasilkan crony capitalism yang telah membuat struktur perekonomian menjadi sangat rapuh terhadap gejolak-gejolak eksternal. Industri manufaktur yang sempat dibanggakan itu ternyata sangat bergantung pada bahan baku impor dan tak memiliki daya tahan. Sementara itu, akibat “dianak-tirikan”, sektor pertanian pun juga tak kunjung mature sebagai penopang laju industrialisasi. Yang saat itu terjadi adalah derap industrialisasi melalui serangkaian kebijakan yang cenderung merugikan sektor pertanian. Akibatnya, sektor pertanian tak mampu berkembang secara sehat dalam merespons perubahan pola konsumsi masyarakat dan memperkuat competitive advantage produk-produk ekspor Indonesia.
Salah satu faktor terpenting yang bisa menjelaskan kecenderungan di atas adalah karena proses penyesuaian ekonomi dan politik (economic and political adjustment) tidak berlangsung secara mulus dan alamiah. Soeharto-style state-assisted capitalism nyata-nyata telah merusak dan merapuhkan tatanan perekonomian. Memang di satu sisi pertumbuhan ekonomi yang telah dihasilkan cukup tinggi, namun mengakibatkan ekses yang ujung-ujungnya justru counter productive bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Krisis Ekonomi Global
1. Dampak Perekonomian Global terhadap APBNP 2008
Asumsi inflasi dalam APBNP 2008 yang ditetapkan sebesar 6,5%, menurut Adiningsih (Ekonom dari Universitas Gajah Mada) dalam harian Suara Karya (16/4-08), dapat melebihi 10% akibat tekanan berat dari kondisi perekonomian global yang berada di luar kendali pemerintah. Adiningsih mengemukakan bahwa seharusnya pemerintah menyusun APBN secara konsevatif , karena apabila APBN dirubah terus, tentu akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Dia juga mengungkapkan bahwa dunia usaha juga tergantung pada pengelolaan dan realisasi APBN. Apabila APB tidak konsisten, dipastikan dunia usaha akan sulit tumbuh, sehinga sulit diharapkan pertumbuhan ekonomi yang tiggi. Mengenai besaran asumsi inflasi dalam APBNP, menurutnya tidak masuk akal, karena pada akhir tahun 208 terdapat beberapa hari raya yang sudah pasti akan memicu inflasi lebih tinggi. Disamping itu harga minyak mentah yang masih akan melambung dan harga pangan dunia yang meroket. Hal ini akan mempengaruhi harga komoditias di dalam negeri. Tidak semua komoditas dapat dikendalikan oleh pemerintah. Tambahan lagi, banyak barang impor termasuk yang illegal masuk ke ke pasar Indonesia. Hinga akhir tahun ini diperkirakan gejolak pasar Keuangan dunia belum akan reda. Seandainya Amerika Serikat meningkatkan suku bunga kredit, akan berdampak terhadap Indonesia dan dikhawatirkan inflasi akan melebihisatudigit.
Dalam menghadapi situasi perekonomian global yang tidak pasti, Raden Pardede (salah satu calon gubernur BI yang ditolak DPR) mengemukakan pendapatnya bahwa pemerintah harus membatasi besaran anggaran untuk subsidi. Menurutnya, dengan asumsi harga minyak mentah sebesar US$ 95 per barel, total subsidi mencapai sekitar Rp 33 triliun. Jika harga minyak ternyata lebih dri U$$ 100 per barel, diperkirakan lebih dari 30% anggaran belanja habis untuk subsidi, bagaimana dengan sektro yang lain, katanya.
Berkaitan dengan kekurangan dana dalam APBN pasti dicarikan melalui pembiayaan yang salah satunya adalah dengan penerbitan Suat Utang Negara (SUN) disesuaikan dengan melihat kemampuan pasar untuk menyerapnya. Tetapi, jika subsidi tidak dibatasi, investor akan khawatir mengnenai kemampuan negara dalam melakukan pembayaran. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian dan rendahnya daya serap SUN.
Pendapat dari kedua pengamat ekonomi tersebut perlu diperhatikan sebagai informasi untuk mewaspadai bahwa kondisi perkonomian dunia yang saat ini sedang bergolak penuh ketidak pastian akan berdampak terhadap tingkat inflasi, alokasi anggaran untuk subsidi dan daya serap SUN untuk pembiayaan deficit APBN. Namun demikian, apabila dalam perjalanannya asumsi-asumsi dalam APBNP 2008 meleset jauh dari kenyataan, pengamat ekonomi tidak seharusnya semata-mata menyalahkan pemerintah, karena APBN-P 2008 tersebut merupakan hasil pembahasan dan kesepakatan antara pemerintah dengan DPR. Tambahan lagi, jika asumsi dalam APBNP tidak sesuai lagi dengan perkembangan kondisi perekonomian, mau tidak mau APBNP 2008 harus direvisi kembali
KESIMPULAN
Seperti kita ketahui bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam fungsinya bank yaitu sebagai penghimpun, penyalur dan pelayan jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Peranan bank sebagai lembaga keungan yaitu sebagai lembaga yang memberi kemudahan pada masyarakat dalam hal penghimpun investasi dan sebagai alat transaksi bagi masyakat.
Dalam kegiatannya, bank dituntut untuk menjalankan fungsi dan peranannya sesuai dengan peraturan perUndang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dimana dalam menjalankan kegiatan bank harus memenuhi sarat kesehatan bank guna menjaga kepercayaan atas nasabah yang merupakan objek terpenting dalam bank. Namun dalam pelaksanaannya tidak semua bank dapat memenuhi sarat kesehatan, ada bank yang mempunyai masalah dengan kesehatan bank, namun dalam hal ini perlu campur tangan pemerintah melalui Bank Indonesia guna meningkatkat kualitas bank dan meningkatkan perekonomian rakyat melalui penyaluran dana dari bank.


DAFTAR PUSTAKA
http://agroterpadu.blogspot.com/2009/02/peran-perbankan-dalam-perekonomian.html
http://madina.co.id/index.php/ekonomi/7736-peran-perbankan-penting-untuk-menggerakkan-perekonomian.html
http://www.pantonanews.com/430-dunia-usaha-dan-peran-perbankan
http://www.pantonanews.com/430-dunia-usaha-dan-peran-perbankan
http://aziz27.wordpress.com/2009/06/22/pemasalahan-fungsi-dan-peran-bank/
http://dickyragkick.blogspot.com/2012/03/pengaruh-bank-dalam-perekonomian.html

PERAN PERBANKAN DAN PEREKONOMIAN INDONESIA
NAMA :HENI HENDRAYANI
NPM :33209138
KELAS : 3DD04
TUGAS : EKONOMI KOPERASI (SOFTSKILL)
UNIVERSITAS GUNADARMA


















ABSTRAK
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang berorientasi profit, senantiasa menghindari hal-hal yang akan menyebabkan terjadinya kredit macet. Bagaimanapun, perbankan bertanggung-jawab langsung kepada para pemilik dana, terutama para nasabah, deposan atau masyarakat luas.
Pada dasarnya antara sektor perbankan dan dunia usaha terjadi simbiosis mutualisme, simbiosis yang saling menguntungkan. Dunia usaha tumbuh dan berkembang tak lain karena kontribusi perbankan.
Demikian pula sebaliknya, volume usaha bank membengkak, tak lain karena adanya aktivitas dunia usaha. Simbiosis itu bisa terus meluas dan makin berkembang, mencakup semua skala usaha, mengikutsertakan seluruh bank, baik bank yang kecil maupun besar, milik pemerintah atau swasta.
Penyaluran kredit bisa benar-benar diefektifkan dan dioptimalkan. Sudah selayaknya, tidak ada lagi “uang tidur”, tetapi terus-meneus berputar mengongkosi sektor riil. Dalam hal ini, tentu saja dibutuhkan sistem manajemen perbankan dan dunia usaha yang benar-benar mantap dan stabil.
Bukanlah hal itu pula yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional, yakni adanya sektor usaha yang terus menerus berkembang, yang tak terlepas dari peranan sektor perbankan. Kontribusinya, antara lain penyerapan tenaga kerja; penyediaan barang konsumsi dalam negeri, peningkatan ekspor, pajak bagi negara, dan sebagainya.








KATA KUNCI : peran perbankan dan perekonomian Indonesia
PENDAHULUAN

Para ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank umum sebagai institusi keuangan yang berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut bank umum melaksanakan fungsi intermediasi. Karena diizikan mengumpulkan dana dalam bentuk deposito, bank umum disebut juga sebagai lembaga keuangan depositori. Berdasarkan kemampuannya menciptakan uang (giral), bank umum dapat juga disebut sebagai bank umum pencipta uang giral.
Pengertian bank umum menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 :
“Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.“
Sebelum ada bank, orang-orang melakukan transaksi barter untuk memenuhi kebutuhannya dalam meminjam uang dan menyimpan uang. Tapi resiko itu sangat besar karena jika salah satu pihak mengalami kerugian, maka pihak yang satunya lagi yang harus bertanggung jawab. Saat bank didirkian, fungsi dari bank itu sendiri adalah untuk menyimpan dan memberikan kredit kepada orang-orang untuk menyimpan uangnya dan memberikan kredit kepada orang-orang yang memerlukan.
Pada saat itulah fungsi bank menjadi perantara antara kedua belah pihak yang ingin mendeposit dan juga yang ingin mengkredit. Deposit pun dibagi menjadi tiga yaitu: saving depposit (tabungan), demmand deposit (giro), time deposit (deposito). Bank didirikan pasti juga bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Maka daripada itu, bank memberikan bunga kepada pihak-pihak yang meminjam (mengkredit) uang dibank. Selain bank ada juga Capital Market (Pasar Modal), bankpun bekerjasama dengan pasar modal dengan cara menanamkan sahamnya di capital market. Dalam pasar modal sistem penyimpanan uang itu dalam bentuk saham (stock) dan obligasi (surat hutang). Sahampun taerbagi atas dua jenis: Deviden dan Capital Gain, Capital Gain adalah penyimpanan dengan cara short transaction. Bank disebut juga “Indirect Investment”. Jika bunga Capital Market naik 20% maka pihak B rugi dan yang terkena imbas juga pihak A. Jika Indirect Investment dengan bunga 20% jika B rugi maka yang menanggung adalah Bank dengan faktor transfer of risk yaitu: i1 < i3, i2 > i3 .
Dalam sistem kerjanya dan pertanggungan terhadap nasabahnya bank tidak ingin menanggung sendiri, maka daripada itu bank juga bekerjasama dengan perusahaan asuransi. Bank bekerja sama dengan “Asuransi” agar bank tidak rugi dengan cara premi dan uang pertanggungan. Pihak asuransi pun tidak ingin menanggung itu sendiri, maka pihak asuransi itupun bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan asuransi lainnya yg bisa disebut seperti Premiasuransi, Reasuransi, Retrocessi dan Cappital Flight.

Bank juga mendirikan leasing untuk menambahkan keuntungannya. Tugas dari leasing adalah untuk mencari nasabah yang ingin meminjam uang atau mengkredit uang. Biasanya leasing berguna saat orang-orang ingin mengkredit sebuah kendaraan bermotor dll. Leasingpun juga bekerja sama dengan asuransi. Dengan pergerakan itu juga asuransi membagi bagian-bagian untuk membagi tugas dan bergabung di capital market dengan membeli saham-saham bang ataupun leasing yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi itu sendiri. Agar asuransi dan bank itu selalu bekerjasama karena perusahaan asuransi itu juga memilihki saham atas bank yang bekerjasama dengan perusahaan asuransi tersebut. Dan itulah sirklus dari bank dalam perekonomian Indonesia.












PEMBAHASAN
Perbankan ibarat jantung, peranannya penting untuk memastikan ekonomi bergerak. Karena itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta perbankan berkontribusi agar pertumbuhan ekonomi Indonesia terus positif dalam lima tahun mendatang. Presiden mengatakan hal ini dalam bagian lain sambutannya saat menerima Masyarakat Perbankan Indonesia di Istana Merdeka, Senin (1/3) siang.
“Di masa damai, bank menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Di masa krisis, apabila bank runtuh, hampir pasti perekonomian juga runtuh,” kata Presiden. ”Your roles are very important, memastikan pergerakan perekonomian, termasuk sektor riil itu berjalan dengan baik,” SBY menambahkan.

Presiden menjelaskan, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang positif dalam lima tahun mendatang diperlukan penggunaan sumberdaya yang maksimal. ”Berkontribusilah agar pertumbuhan kita makin tinggi. Berkontribusilah agar investasi makin meningkat, dalam dan luar negeri, dari segi financing. Berkontribusilah agar ekspor kita juga makin meningkat,” kata Presiden. ”Kalau ekspor meningkat, industri bergerak, pertanian bergerak, akhirnya pertumbuhan terjadi dan akhirnya kesejahteraan rakyat bisa kita tingkatkan, pengangguran bisa kita kurangi, kemiskinan bisa kita turunkan,” Presiden SBY menjelaskan.

Menanggapi isu-isu yang berkembang di masyarakat perbankan terkait KUR (Kredit Usaha Rakyat) serta isu honor dan fee untuk para pejabat, Presiden meminta perbankan melakukan beberapa perbaikan. Presiden menganjurkan perbankan memperbaiki mekanisme penyaluran KUR dan tetap bekerjsama dengan daerah agar KUR tetap bisa mengalir. ”KUR itu sudah kami alokasikan setiap tahun sebesar Rp 2 trilliun yang bisa digandakan 10 kali, menjadi Rp 20 triliun. Secara teoritis bisa kita alirkan kepada usaha kecil, mikro, dan menengah,” jelas Presiden.

Terkait isu honor para pejabat yang diterima dari bank pembangunan daerah, Presiden mengimbau untuk membuat aturan-aturan yang jelas. ”Tidak boleh tidak ada kepastian. Mana honor yang boleh, mana honor yang tidak boleh. Atur, berlaku untuk semua,” tegas Presiden SBY.

Di akhir arahannya, Presiden menegaskan bahwa dalam setiap krisis tindakan harus tetap diambil. ”Kalau ada krisis harus kita ambil tindakan, judgement. Tentu tidak benar jika di pidanakan,” kata SBY. (yun/pressby.info)

Pengertian atau definisi bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya ke dalam masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Sehubungan dengan definisi bank tersebut bank menduduki posisi yang strategis di dalam perekonomian nasional karena :

1. Peranan Bank Dalam Pembangunan Nasional
Kegiatan bank dalam menghimpun atau memobilisasi dana yang menganggur dari masyarakat dan perusahaan-perusahaan kemudian disalurkan ke dalam usaha-usaha yang produktif untuk berbagai sektor ekonomi seperti pertanian, pertambangan, perindustrian, pengangkutan, perdagangan dan jasa-jasa lainnya akan meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan masyarakat.
Demikian pula akan membuka dan memperluas lapangan atau kesempatan kerja. Sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang menganggur di dalam masyarakat. Kegiatan dalam pemberian jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang dapat membantu memperbesar dan memperlancar arus barang-barang dan jasa-jasa dalam masyarakat.

2. Peranan Bank dalam Pembagian Pendapatan Masyarakat
Dalam kebijakan pemberian kredit bank mempunyai peranan yang sangat penting karena turut menentukan pembagian pendapatan masyarakat.
Kredit merupakan sarana yang ampuh bagi mereka yang memperolehnya, sebab dengan memperoleh kredit seseorang dapat menguasai faktor-faktor produksi untuk kegiatan usahanya. Makin besar kredit yang diperoleh, makin besar pula faktor produksi yang dikuasai, sehingga makin besar pula bagian pendapatan masyarakat yang dapat diraihnya. Sehubungan dengan itu melalui sistem perbankan yang kita miliki dan kebijakan perkreditan yang tepat bank dapat melaksanakan fungsinya dalam membantu pemerintah untuk memeratakan kesempatan berusaha dan pendapatan di dalam masyarakat. Dengan demikian kita dapat turut mewujudkan masyarakat yang kita cita-citakan, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.

Dunia usaha dan peran perbankan
Ketergantungan dunia usaha (sektor riil) terhadap sektor perbankan tampaknya semakin tinggi. Usaha apapun, baik dalam bidang industri, perdagangan, jasa, konstruksi, pertambangan, pertanian, dan sebagainya amat tergantung pada pembiayaan dari bank.
Berbagai proyek investasi dalam lingkup dan skala apapun sering menggunakan dana perbankan, yakni dalam bentuk kredit atau pinjaman. Sudah tentu berbagai usaha atau investasi tersebut harus memberikan keuntungan yang memadai, paling tidak dapat menutupi biaya produksi dan membayar pinjaman bank dan bunganya.
Di sinilah manajemen berperan. Manajemen tak lain merupakan seni, mengupayakan agar berbagai faktor produksi dapat terintegrasi secara terpadu, hingga menghasilkan nilai tambah yang optimal. Nilai tambah tersebut bisa diukur dengan besarnya Return On Equity (ROE), yakni menggambarkan berapa besarnya keuntungan yang bisa diperoleh untuk setiap uang (rupiah/dolar) yang ditanamkan.
Bank selaku kreditur atau pembiaya, cenderung hanya memilih perusahaan yang memiliki ROE yang cukup tinggi. Sebab, jika tingkat keuntungan usaha masih di bawah tingkat suku bunga deposito, bisa dikatakan bahwa usaha itu relatif kurang menguntungkan.
Para pemilik modal akan berpikir-pikir dulu sebelum membeli saham perusahaan, sebab suku bunga deposito relatif lebih tinggi dari ROE. Demikian juga dengan perbankan, melalui analisis kredit akan mencoba mengukur, membandingkan dan memperhitungkan tingkat keuntungan (feasibility study) dari sebuah usaha.
Berdasarkan fakta di atas, sudah tentu tingkat suku bunga yang tinggi sebenarnya kurang dikehendaki oleh dunia usaha. Karena secara langsung menuntut tingkat ROE yang tinggi, berarti perusahaan harus benar-benar meningkatkan produktivitas dan efisiensinya.
Sepanjang tingkat suku bunga itu masih logis, sebenarnya dunia usaha terkena dampak positif, yakni senantiasa meningkatkan produktivitasnya dan efisiensinya. Tetapi jika tingkat suku bunga itu sudah tak logis lagi, hanya akan menimbulkan kepenatan dan frustasi bagi para pengusaha. Nah, tingkat keuntungan usaha yang tinggi sebagai besar justru harus diserahkan pada bank untuk membayar utang ditambah bunga. Sedangkan kesempatan untuk menikmati hasil dan melakukan reinvestasi relatif kecil. Dengan kata lain, menjalankan usaha hanya untuk membayar suku bunga kredit yang menggunung. Sudah jelas, kondisi tersebut sama sekali tak menyehatkan iklim berusaha.
Selain masalah suku bunga yang tinggi, hal lainnya yang menyebabkan terhambatnya dunia usaha ialah persoalan mengenai agunan. Terutama bagi usaha skala menengah ke bawah, agunan seolah menjadi bumerang.
Sudah tentu, sebagian besar pelaku usaha kecil tidak memiliki agunan. Padahal, salah satu syarat utama untuk memperoleh kredit perbankan, yakni adanya barang yang dijaminkan (agunan), umpamanya sertifikat hak milik (tanah, bangunan, atau yang lainnya).
Dengan adanya aturan mengenai agunan ini, usaha besar yang relatif memiliki modal yang kuat (cadangan agunanya besar), bisa menikmati kredit perbankan dengan mudah. Bahkan, untuk perusahaan-perusahaan yang dikenal bonafide, agunan seolah bukan menjadi persyaratan. Hal itu tak lain karena tingkat keuntungan usaha (ROE) yang cukup tinggi, hingga perbankan seolah tak khawatir dana yang disalurkan akan macet. Padahal, kredit macet terjadi dalam semua skala usaha, baik kecil, menengah, besar atau raksasa.
Hanya sektor usaha yang benar-benar “sehat” saja yang mampu mengembalikan kredit sesuai jadwal. Jadi persoalannya, bagaimana agar sektor usaha benar-benar sehat. Dalam hal ini tidak selalu tergantung pada besar skala usaha. Usaha kecil yang sehat lebih berhak atas kredit perbankan daripada usaha besar yang “sakit”.
Supaya agunan tidak lagi menjadi syarat mutlak, maka sangat diperlukan kepiawaian tenaga perbankan (analisis kredit) dalam menilai kelayakan usaha, yakni melalui proposal.
Selain itu, diperlukan kecermatan dalam menilai siapa pelaku usahanya, apakah secara keseluruhan bisa dikatakan bonafide. Dalam hal ini, bonafide tidak hanya ditentukan oleh besarnya modal atau agunan yang dimiliki, tetapi bagaimana kapasitas sumber daya atau potensinya.
Apakah memiliki prospek dan wawasan yang jelas dan konkret dalam dunia usaha, atau hanya sekedar mencoba-coba, tak begitu serius. Sekali lagi, dalam hal ini hendaknya pihak perbankan tidak bersikap apriori terhadap kemampuan pengusaha skala kecil.
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang berorientasi profit, senantiasa menghindari hal-hal yang akan menyebabkan terjadinya kredit macet. Bagaimanapun, perbankan bertanggung-jawab langsung kepada para pemilik dana, terutama para nasabah, deposan atau masyarakat luas.
Pada dasarnya antara sektor perbankan dan dunia usaha terjadi simbiosis mutualisme, simbiosis yang saling menguntungkan. Dunia usaha tumbuh dan berkembang tak lain karena kontribusi perbankan.
Demikian pula sebaliknya, volume usaha bank membengkak, tak lain karena adanya aktivitas dunia usaha. Simbiosis itu bisa terus meluas dan makin berkembang, mencakup semua skala usaha, mengikutsertakan seluruh bank, baik bank yang kecil maupun besar, milik pemerintah atau swasta.
Penyaluran kredit bisa benar-benar diefektifkan dan dioptimalkan. Sudah selayaknya, tidak ada lagi “uang tidur”, tetapi terus-meneus berputar mengongkosi sektor riil. Dalam hal ini, tentu saja dibutuhkan sistem manajemen perbankan dan dunia usaha yang benar-benar mantap dan stabil.
Bukanlah hal itu pula yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional, yakni adanya sektor usaha yang terus menerus berkembang, yang tak terlepas dari peranan sektor perbankan. Kontribusinya, antara lain penyerapan tenaga kerja; penyediaan barang konsumsi dalam negeri, peningkatan ekspor, pajak bagi negara, dan sebagainya.
Kinerja Bank Dunia di Indonesia
Bank Dunia telah aktif di Indonesia sejak 1967. Sejak saat itu hingga saat ini, Bank Dunia telah membiayai lebih dari 280 proyek dan program pembangunan senilai 26,2 milyar dollar atau setara dengan Rp243,725 triliun (dengan kurs Rp9.302 per USD). Menurut Managing Director The World Bank Group, Ngozi Okonjo (30/1/2008), pinjaman tersebut telah digunakan pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan energi, industri, dan pertanian. Sementara yang sektor yang paling mendominasi selama 20 tahun pertama yakni infrastruktur yang pemberiannya kepada masyarakat miskin. Total hutang Indonesia kepada Bank Dunia adalah 243,7 Trilyun rupiah dan total hutang pemerintah Indonesia kepada berbagai pihak mencapai 1600 Trilyun rupiah.
Anggoro (2008) menulis, ada beberapa tugas Bank Dunia di Indonesia. Pertama, memimpin Forum CGI. Aggota CGI (Consultative Group meeting on Indonesia) adalah 33 negara dan lembaga-lembaga donor yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia. CGI “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas ekonomi liberal. Dalam hal ini, Bank Dunia bertugas menciptakan pasar yang kuat bagi kepentingan negara-negara dan lembaga donor.
Tugas kedua Bank Dunia adalah menyediakan hutang dalam jumlah besar, bekerjasama dengan Jepang dan ADB (Asian Development Bank). Tugas Bank Dunia yang lain adalah mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar.
Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang proyek dan hutang dana segar
a. Hutang Proyek
Hutang proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Namun, sayangnya, hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama, seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.
b. Hutang Dana Segar
Hutang dana segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang bentuknya, antara lain:
1. swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan
2. deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor
3. pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik, pupuk dan rokok
4. menaikkan tarif telepon dan pos
5. menaikkan harga bahan bakar (BBM)
Besarnya jumlah hutang (yang terus bertambah) membuat pemerintah juga harus terus mengalokasikan dana APBN untuk membayar hutng dan bunganya. Sebagai illustrasi, dapat kita lihat data APBN 2004 dimana pemerintah mengalokasikan Rp 114.8 trilyun (28% dari total anggaran) untuk belanja daerah, Rp 113.3 trilyun untuk pembayaran utang dalam dan luar negeri (27% dari total anggaran), dan subsidi hanya Rp 23.3 trilyun (5% dari total anggaran). Dari ketiga komponen anggaran belanja tersebut, anggaran belanja daerah dan subsidi masing-masing mengalami penurunan sebesar Rp 2 trilyun dan Rp 2.1 trilyun. Sedangkan alokasi untuk pembayaran utang mengalami kenaikan sebesar Rp 14.1 trilyun.
Komposisi dalam anggaran belanja negara tersebut mencerminkan besarnya beban utang tidak saja menguras sumber-sumber pendapatan negara, tetapi juga mengorbankan kepentingan rakyat berupa pemotongan subsidi dan belanja daerah. Karena itu, meski Bank Dunia memiliki semboyan “working for a world free of poverty”, namun meski telah lebih dari 60 tahun beroperasi di Indonesia, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2009, ada 31,5 juta penduduk miskin di Indonesia.
Anggoro (2008), peneliti dari Institute of Global Justice, menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia adalah sebagai berikut.
1. Kerugian dalam bidang ekonomi
- Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia)
- Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya.
- Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.
- Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas-universitas.
- Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon.
2. Kerugian dalam bidang politik
- Keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung kepada Bank Dunia dan mempengaruhi keputusan-keputusan politik yang dibuat pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan Bank Dunia.
Hal ini juga diungkapkan ekonom Rizal Ramli (2009), ”Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.”
Cara kerja Bank Dunia (dan lembaga-lembaga donor lainnya) dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan hutang, diceritakan secara detil oleh John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit Men”. Perkins adalah mantan konsultan keuangan yang bekerja pada perusahaan bernama Chas T. Main, yaitu perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini memberikan konsultasi pembangunan proyek-proyek insfrastruktur di negara-negara berkembang yang dananya berasal dari hutang kepada Bank Dunia, IMF, dll.
Mengenai pekerjaannya itu, Perkins (2004: 13-16) menulis, “…saya mempunyai dua tujuan penting. Pertama, saya harus membenarkan (justify) kredit dari dunia internasional yang sangat besar jumlahnya, yang akan disalurkan melalui Main dan perusahaan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster) melalui proyek-proyek engineering dan konstruksi raksasa. Kedua, saya harus bekerja untuk membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut (tentunya setelah mereka membayar Main dan kontraktor Amerika lainnya), sehingga mereka untuk selamanya akan dicengkeram oleh para kreditornya, dan dengan demikian negara-negara penerima utang itu akan menjadi target yang mudah ketika kita memerlukan yang kita kehendaki seperti pangkalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”
Dalam wawancaranya dengan Democracy Now! Perkins mengatakan, “Pekerjaan utama saya adalah membuat kesepakatan (deal-making) dalam pemberian hutang kepada negara-negara lain, hutang yang sangat besar, jauh lebih besar daripada kemampuan mereka untuk membayarnya. Salah satu syarat dari hutang itu adalah—contohnya, hutang 1 milyar dolar untuk negara seperti Indonesia atau Ecuador—negara ini harus memberikan 90% dari hutang itu kepada perusahaan AS untuk membangun infrastruktur, misalnya perusahaan Halliburton atau Bechtel. Ini adalah perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan ini kemudian akan membangun jaringan listrik, pelabuhan, atau jalan tol, dan ini hanya akan melayani segelintir keluarga kaya di negara-negara itu. Orang-orang miskin di sana akan terjemak dalam hutang yang luar biasa yang tidak mungkin bisa mereka bayar.”
Untuk kasus Ekuador, Perkins menulis, negara itu kini harus memberikan lebih dari 50% pendapatannya untuk membayar hutang. Hal itu tentu tak mungkin dilakukan Ekuador. Sebagai kompensasinya, AS meminta Ekuador agar memberikan ladang-ladang minyaknya kepada perusahaan-perusahaan minyak AS yang kini beroperasi di kawasan Amazon yang kaya minyak.
Tak heran bila kemudian ekonom Joseph Stiglitz pada tahun 2002 mengkritik keras Bank Dunia dan menyebutnya “institusi yang tidak bekerja untuk orang miskin, lingkungan, atau bahkan stabilitas ekonomi”. Dengan demikian, menurut Stiglitz, Bank Dunia pada prakteknya menyalahi tujuan didirikannya bank tersebut, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, yaitu untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan menjaga kestabilan ekonomi.
Melihat kinerja seperti ini, menurut Anggoro (2008), Bank Dunia sesungguhnya telah melanggar Piagam PBB yang menyebutkan, “to employ international machinery for the promotion of the economic and social advancement of all peoples”. Dengan kata lain, Bank Dunia sebagai salah satu organ PBB mendapatkan mandat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa. Bank Dunia malah memfokuskan operasinya pada penguatan pasar dan keuangan melalui ekspansi ekonomi perusahaan multinasional, dan membiarkan Indonesia selalu berada dalam jeratan hutang tak berkesudahan.

Hukum Perbankan : Seputar Pengertian Perbankan
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.
Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1. Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.

3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.

4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
Jasa-jasa ini amat memudahkan dan memberikan rasa aman dan nyaman kepada pihak yang menggunakannya.
Dalam pertumbuhan ekonomi sebenarnya, sejauhmana peranan bank dalam membantu usaha para nasabah yang memerlukan dana, baik dana Investasi maupun dana untuk modal kerja diharapkan adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.
Bagi pemerintah sendiri dengan menyebarnya pemberian kredit akan menambah penerimaan pajak dari keuntungan dari para nasabah dan bank dan adanya kesempatan kerja jika kredit digunakan sebagai pembangunan usaha baru atau perluasan usaha sehingga dapat menyedot tenaga kerja baru.
Meningkatnya jumlah barang dan jasa jelaslah bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang yang beredar di masyarakat.
Akan menambah deviasa negara terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit, yang jelas akan menghemat devisa negara.
Yang menjadikan permasalahan saat ini adalah apakah seluruh bank-bank swasta yang ada di Indonesia dapat dikatakan sehat dan para nasabah untuk mendapatkan dana dapat memenuhi syarat-syarat yang berlaku di dunia perbankan.
Bank-bank swasta di Indonesia tidaklah seluruhnya dapat dikatakan sehat. Adanya ijin pendirian bank umum, biasanya akan diberikan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, persyaratan pendirian sebuah bank adalah :
• Susunan organisasi dan kepengurusan.
• Permodalan.
• Kepemilikan.
• Keahlian di bidang perbankan.
• Kebijakan rencana kerja.
Setelah sebuah bank terbentuk apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan bahkan dihentikan kegiatan operasinya.

Salah satu penilaian yang dilakukan Bank Indonesia adalah Aspek Permodalan.
Yang dinilai disini adalah permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Artinya bagi dunia perbankan yang mengelola bisnis kepercayaan dimana hidupnya sangat tergantung dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Kalau masyarakat sudah tidak percara lagi kepada salah satu bank maka dampaknya akan berakhir riwayat bank tersebut.
Permasalahan yang lain adalah adanya kredit macet. Dimana ada dua faktor sehingga terjadinya kredit macet yaitu :
Pertama dari pihak perbankan. Dalam hal ini untuk melakukan analisis setiap pemohon kredit kurang teliti, sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak terprediksi sebelumnya.
Kedua dari pihak nasabah, adanya unsur kesengajaan dalam hal ini adanya kesengajaan, nasabah tidak mau membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan macet.
Bisa juga unsur ketidak sengajaan dari debitur, karena sesuatu hal debitur tidak mau membayar akan tetapi tidak mampu.
Tetapi apa sebenarnya yang terjadi jika dari perbankan sendiri yang selalu menghadapi kendala.

Berikut ini adalah sedikit gambaran atau peta perbankan yang dapat mempengaruhi kondisi perekonomian di Indonesia.
Harapan masyarakat, pemerintah dan kalangan perbankan diminta secepatnya mengembalikan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi, bila ingin ekonomi Indonesia cepat keluar dari krisis berkepanajangan dan jangan membuat lembaga ini menjadi mandul.
Pengembalian fungsi intermediasi tersebut didasarkan atas kegiatan mobilisasi dana secara agresif oleh kalangan perbankan di Indonesia. Namun dana tersebut belum mampu didistribusikan menjadi kredit untuk sektor riil, sehingga roda ekonomi serta penyerapan tenaga kerja bisa berlanjut.
Percepatan penyaluran kredit dapat dilakukan melalui tersedianya tata kelola kredit yang dapat menghindarkan jebakan kredit macet seperti kehadiran unit monitoring kredit dan usaha debitur sebagai pelengkap.
Ada beberapa strategi bagi penguatan keuangan dan sektor riil selain mengambalikan fungsi bank sebagai lembaga intermediasai, diantaranya memberikan fasilitas untuk penguatan bank non-rekapitalisasi.
Didasarkan atas semakin meningkatnya konsentrasi industri perbankan dengan kekuatan pada bank rekap, dimana kenyataan ini mengakibatkan kesulitan memperbaiki kinerja perbankan nasional.
Untuk mendorong terwujudnya kemitraan antara lembaga keuangan dan pengguna jangka panjang untuk pencapaian efisiensi pembiayaan melalui orientasi informasi yang lengkap untuk kedua belah pihak.
Strategi lainnya memperkuat fungsi lembaga keuangan lainnya sebagai alternatif pendanaan sektor riil. Pengertian tersebut mempunyai sasran tersalurnya kredit untuk sektor produktif dan bukan diprioritaskan pada konsumsi atau perdaganngan.
Langkah lain dalam penguatan lembaga keuangan dan sektor riil, yaitu kebijakan menjaga stabilitas moneter, khususnya dalam pengendalian inflansi yang kerap menimbulkan Trade Off.

KRISIS EKONOMI GLOBAL
Seluruh dunia telah diliputi oleh krisis financial (krisis ekonomi global), seluruh negara-negara di dunia baik itu negara maju maupun negara berkembang telah terjebak dalam kesulitan yang sangat rumit. Beberapa negara yang sebelumnya menikmati kondisi ekonomi yang kuat yang mempunyai teknologi yang canggih dalam hal ilmu pengetahuan, pangan, senjata, obat-obatan terlihat hancur perekonomiannnya. Fakta dari masalah tersebut adalah bahwa ekonomi negara-negara tersebut ditopang oleh kebijakan yang sangat rapuh yang meyebabkan collaps terkena dampak krisis ekonomi global.
Krisis finansial global yang menyebabkan menurunnya kinerja perekonomian dunia secara drastis pada tahun 2008 diperkirakan masih akan terus berlanjut, bahkan akan meningkat intensitasnya pada tahun 2009. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, selain menyebabkan volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam, juga akan berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut, terjadinya penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran dunia. Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini dapat merusak fundamental perekonomian, dan memicu terjadinya krisis ekonomi.
Kekhawatiran atas dampak negatif pelemahan ekonomi global terhadap perekonomian di negara-negara emerging markets dan fenomena flight to quality dari investor global di tengah krisis keuangan dunia dewasa ini, telah memberikan tekanan pada mata uang seluruh dunia, termasuk Indonesia dan mengeringkan likuiditas dolar Amerika Serikat di pasar domestik banyak negara. Hal ini menyebabkan pasar valas di negara-negara maju maupun berkembang cenderung bergejolak di tengah ketidakpastian yang meningkat.
Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, meskipun Indonesia telah membangun momentum pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, tidak akan terlepas dari dampak negatif perlemahan ekonomi dunia tersebut. Krisis keuangan global yang mulai berpengaruh secara signifikan dalam triwulan III tahun 2008, dan second round effectnya akan mulai dirasakan meningkat intensitasnya pada tahun 2009, diperkirakan akan berdampak negatif pada kinerja ekonomi makro Indonesia dalam tahun 2009 baik di sisi neraca pembayaran dan neraca sektor riil, maupun sektor moneter dan sektor fiskal (APBN).
Dampak negatif yang paling cepat dirasakan sebagai akibat dari krisis perekonomian global adalah pada sektor keuangan melalui aspek sentimen psikologis maupun akibat merosotnya likuiditas global. Penurunan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai sekitar 50,0 persen, dan depresiasi nilai tukar rupiah disertai dengan volatilitas yang meningkat. Sepanjang tahun 2008, nilai tukar rupiah telah terdepresiasi sebesar 17,5 persen. Kecenderungan volatilitas nilai tukar rupiah tersebut masih akan berlanjut hingga tahun 2009 dengan masih berlangsungnya upaya penurunan utang (deleveraging) dari lembaga keuangan global.
Krisis keuangan Amerika Serikat menyebabkan masalah global keuangan dunia, untuk mengatasi hal tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan sepuluh arahan: (1) semua kalangan tetap optimis, dan bersinergi menghadapi krisis keuangan, (2) tetap pertahankan nilai pertumbuhan enam persen, (3) optimalisasi APBN 2009, (4) dunia usaha khususnya sektor riil harus tetap bergerak, (5) semua pihak agar cerdas menangkap peluang, (6) galakkan kembali penggunaan produk dalam negeri, (7)tingkatkan sikap profesionalisme, (8) kerja sama dalam menghadapi masalah, (9) tidak melakukan langkah non partisan, (10)komunikasi yang bijak. Sementara itu Mudrajad Kuncoro (2008) mengatakan bahwa setidaknya ada dua langkah strategis dalam mengatasi dampak krisis keuangan global, yaitu Demand pull strategy dan supply push strategy. Demand pull strategy mencakup strategi perkuatan sisi permintaan, yang bisa dilakukan dengan perbaikan iklim bisnis, fasilitasi mendapatkan HAKI (paten), fasilitasi pemasaran domestik dan luar negeri dan menyediakan peluang pasar. Langkah strategis lainnya adalah supply push strategy yang mencakup strategy pendorong sisi penawaran, ini bisa dilakukan dengan ketersediaan bahan baku, dukungan permodalan, bantuan teknologi/mesin/alat, dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia.
Penyebab Krisis Ekonomi Global
Di tengah dinamika ekonomi global yang terus-menerus berubah dengan akselerasi yang semakin tinggi sebagaimana digambarkan di atas, Indonesia mengalami terpaan badai krisis yang intensitasnya telah sampai pada keadaan yang nyaris menuju kebangkrutan ekonomi.
Krisis ekonomi – yang dipicu oleh krisis moneter – beberapa waktu yang lalu, paling tidak telah memberikan indikasi yang kuat terhadap tiga hal. Pertama, kredibilitas pemerintah telah sampai pada titik nadir. Penyebab utamanya adalah karena langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dalam merenspons krisis selama ini lebih bersifat “tambal-sulam”, ad-hoc, dan cenderung menempuh jalan yang berputar-putar.
Selain itu, seluruh sumber daya yang dimiliki negeri ini dicurahkan sepenuhnya untuk menyelamatkan sektor modern dari titik kehancuran. Sementara itu, sektor tradisional, sektor informal, dan ekonomi rakyat, yang juga memiliki eksistensi di negeri ini seakan-akan dilupakan dari wacana penyelamatan perekonomian yang tengah menggema.
Kedua, rezim Orde Baru yang selalu mengedepankan pertumbuhan (growth) ekonomi telah menghasilkan crony capitalism yang telah membuat struktur perekonomian menjadi sangat rapuh terhadap gejolak-gejolak eksternal. Industri manufaktur yang sempat dibanggakan itu ternyata sangat bergantung pada bahan baku impor dan tak memiliki daya tahan. Sementara itu, akibat “dianak-tirikan”, sektor pertanian pun juga tak kunjung mature sebagai penopang laju industrialisasi. Yang saat itu terjadi adalah derap industrialisasi melalui serangkaian kebijakan yang cenderung merugikan sektor pertanian. Akibatnya, sektor pertanian tak mampu berkembang secara sehat dalam merespons perubahan pola konsumsi masyarakat dan memperkuat competitive advantage produk-produk ekspor Indonesia.
Salah satu faktor terpenting yang bisa menjelaskan kecenderungan di atas adalah karena proses penyesuaian ekonomi dan politik (economic and political adjustment) tidak berlangsung secara mulus dan alamiah. Soeharto-style state-assisted capitalism nyata-nyata telah merusak dan merapuhkan tatanan perekonomian. Memang di satu sisi pertumbuhan ekonomi yang telah dihasilkan cukup tinggi, namun mengakibatkan ekses yang ujung-ujungnya justru counter productive bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Krisis Ekonomi Global
1. Dampak Perekonomian Global terhadap APBNP 2008
Asumsi inflasi dalam APBNP 2008 yang ditetapkan sebesar 6,5%, menurut Adiningsih (Ekonom dari Universitas Gajah Mada) dalam harian Suara Karya (16/4-08), dapat melebihi 10% akibat tekanan berat dari kondisi perekonomian global yang berada di luar kendali pemerintah. Adiningsih mengemukakan bahwa seharusnya pemerintah menyusun APBN secara konsevatif , karena apabila APBN dirubah terus, tentu akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Dia juga mengungkapkan bahwa dunia usaha juga tergantung pada pengelolaan dan realisasi APBN. Apabila APB tidak konsisten, dipastikan dunia usaha akan sulit tumbuh, sehinga sulit diharapkan pertumbuhan ekonomi yang tiggi. Mengenai besaran asumsi inflasi dalam APBNP, menurutnya tidak masuk akal, karena pada akhir tahun 208 terdapat beberapa hari raya yang sudah pasti akan memicu inflasi lebih tinggi. Disamping itu harga minyak mentah yang masih akan melambung dan harga pangan dunia yang meroket. Hal ini akan mempengaruhi harga komoditias di dalam negeri. Tidak semua komoditas dapat dikendalikan oleh pemerintah. Tambahan lagi, banyak barang impor termasuk yang illegal masuk ke ke pasar Indonesia. Hinga akhir tahun ini diperkirakan gejolak pasar Keuangan dunia belum akan reda. Seandainya Amerika Serikat meningkatkan suku bunga kredit, akan berdampak terhadap Indonesia dan dikhawatirkan inflasi akan melebihisatudigit.
Dalam menghadapi situasi perekonomian global yang tidak pasti, Raden Pardede (salah satu calon gubernur BI yang ditolak DPR) mengemukakan pendapatnya bahwa pemerintah harus membatasi besaran anggaran untuk subsidi. Menurutnya, dengan asumsi harga minyak mentah sebesar US$ 95 per barel, total subsidi mencapai sekitar Rp 33 triliun. Jika harga minyak ternyata lebih dri U$$ 100 per barel, diperkirakan lebih dari 30% anggaran belanja habis untuk subsidi, bagaimana dengan sektro yang lain, katanya.
Berkaitan dengan kekurangan dana dalam APBN pasti dicarikan melalui pembiayaan yang salah satunya adalah dengan penerbitan Suat Utang Negara (SUN) disesuaikan dengan melihat kemampuan pasar untuk menyerapnya. Tetapi, jika subsidi tidak dibatasi, investor akan khawatir mengnenai kemampuan negara dalam melakukan pembayaran. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian dan rendahnya daya serap SUN.
Pendapat dari kedua pengamat ekonomi tersebut perlu diperhatikan sebagai informasi untuk mewaspadai bahwa kondisi perkonomian dunia yang saat ini sedang bergolak penuh ketidak pastian akan berdampak terhadap tingkat inflasi, alokasi anggaran untuk subsidi dan daya serap SUN untuk pembiayaan deficit APBN. Namun demikian, apabila dalam perjalanannya asumsi-asumsi dalam APBNP 2008 meleset jauh dari kenyataan, pengamat ekonomi tidak seharusnya semata-mata menyalahkan pemerintah, karena APBN-P 2008 tersebut merupakan hasil pembahasan dan kesepakatan antara pemerintah dengan DPR. Tambahan lagi, jika asumsi dalam APBNP tidak sesuai lagi dengan perkembangan kondisi perekonomian, mau tidak mau APBNP 2008 harus direvisi kembali
KESIMPULAN
Seperti kita ketahui bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam fungsinya bank yaitu sebagai penghimpun, penyalur dan pelayan jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Peranan bank sebagai lembaga keungan yaitu sebagai lembaga yang memberi kemudahan pada masyarakat dalam hal penghimpun investasi dan sebagai alat transaksi bagi masyakat.
Dalam kegiatannya, bank dituntut untuk menjalankan fungsi dan peranannya sesuai dengan peraturan perUndang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dimana dalam menjalankan kegiatan bank harus memenuhi sarat kesehatan bank guna menjaga kepercayaan atas nasabah yang merupakan objek terpenting dalam bank. Namun dalam pelaksanaannya tidak semua bank dapat memenuhi sarat kesehatan, ada bank yang mempunyai masalah dengan kesehatan bank, namun dalam hal ini perlu campur tangan pemerintah melalui Bank Indonesia guna meningkatkat kualitas bank dan meningkatkan perekonomian rakyat melalui penyaluran dana dari bank.


DAFTAR PUSTAKA
http://agroterpadu.blogspot.com/2009/02/peran-perbankan-dalam-perekonomian.html
http://madina.co.id/index.php/ekonomi/7736-peran-perbankan-penting-untuk-menggerakkan-perekonomian.html
http://www.pantonanews.com/430-dunia-usaha-dan-peran-perbankan
http://www.pantonanews.com/430-dunia-usaha-dan-peran-perbankan
http://aziz27.wordpress.com/2009/06/22/pemasalahan-fungsi-dan-peran-bank/
http://dickyragkick.blogspot.com/2012/03/pengaruh-bank-dalam-perekonomian.html