NAMA :HENI HENDRAYANI
NPM :33209138
KELAS : 3DD04
TUGAS : EKONOMI KOPERASI (SOFTSKILL)
UNIVERSITAS GUNADARMA
ABSTRAK
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang berorientasi profit, senantiasa menghindari hal-hal yang akan menyebabkan terjadinya kredit macet. Bagaimanapun, perbankan bertanggung-jawab langsung kepada para pemilik dana, terutama para nasabah, deposan atau masyarakat luas.
Pada dasarnya antara sektor perbankan dan dunia usaha terjadi simbiosis mutualisme, simbiosis yang saling menguntungkan. Dunia usaha tumbuh dan berkembang tak lain karena kontribusi perbankan.
Demikian pula sebaliknya, volume usaha bank membengkak, tak lain karena adanya aktivitas dunia usaha. Simbiosis itu bisa terus meluas dan makin berkembang, mencakup semua skala usaha, mengikutsertakan seluruh bank, baik bank yang kecil maupun besar, milik pemerintah atau swasta.
Penyaluran kredit bisa benar-benar diefektifkan dan dioptimalkan. Sudah selayaknya, tidak ada lagi “uang tidur”, tetapi terus-meneus berputar mengongkosi sektor riil. Dalam hal ini, tentu saja dibutuhkan sistem manajemen perbankan dan dunia usaha yang benar-benar mantap dan stabil.
Bukanlah hal itu pula yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional, yakni adanya sektor usaha yang terus menerus berkembang, yang tak terlepas dari peranan sektor perbankan. Kontribusinya, antara lain penyerapan tenaga kerja; penyediaan barang konsumsi dalam negeri, peningkatan ekspor, pajak bagi negara, dan sebagainya.
KATA KUNCI : peran perbankan dan perekonomian Indonesia
PENDAHULUAN
Para ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank umum sebagai institusi keuangan yang berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut bank umum melaksanakan fungsi intermediasi. Karena diizikan mengumpulkan dana dalam bentuk deposito, bank umum disebut juga sebagai lembaga keuangan depositori. Berdasarkan kemampuannya menciptakan uang (giral), bank umum dapat juga disebut sebagai bank umum pencipta uang giral.
Pengertian bank umum menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 :
“Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.“
Sebelum ada bank, orang-orang melakukan transaksi barter untuk memenuhi kebutuhannya dalam meminjam uang dan menyimpan uang. Tapi resiko itu sangat besar karena jika salah satu pihak mengalami kerugian, maka pihak yang satunya lagi yang harus bertanggung jawab. Saat bank didirkian, fungsi dari bank itu sendiri adalah untuk menyimpan dan memberikan kredit kepada orang-orang untuk menyimpan uangnya dan memberikan kredit kepada orang-orang yang memerlukan.
Pada saat itulah fungsi bank menjadi perantara antara kedua belah pihak yang ingin mendeposit dan juga yang ingin mengkredit. Deposit pun dibagi menjadi tiga yaitu: saving depposit (tabungan), demmand deposit (giro), time deposit (deposito). Bank didirikan pasti juga bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Maka daripada itu, bank memberikan bunga kepada pihak-pihak yang meminjam (mengkredit) uang dibank. Selain bank ada juga Capital Market (Pasar Modal), bankpun bekerjasama dengan pasar modal dengan cara menanamkan sahamnya di capital market. Dalam pasar modal sistem penyimpanan uang itu dalam bentuk saham (stock) dan obligasi (surat hutang). Sahampun taerbagi atas dua jenis: Deviden dan Capital Gain, Capital Gain adalah penyimpanan dengan cara short transaction. Bank disebut juga “Indirect Investment”. Jika bunga Capital Market naik 20% maka pihak B rugi dan yang terkena imbas juga pihak A. Jika Indirect Investment dengan bunga 20% jika B rugi maka yang menanggung adalah Bank dengan faktor transfer of risk yaitu: i1 < i3, i2 > i3 .
Dalam sistem kerjanya dan pertanggungan terhadap nasabahnya bank tidak ingin menanggung sendiri, maka daripada itu bank juga bekerjasama dengan perusahaan asuransi. Bank bekerja sama dengan “Asuransi” agar bank tidak rugi dengan cara premi dan uang pertanggungan. Pihak asuransi pun tidak ingin menanggung itu sendiri, maka pihak asuransi itupun bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan asuransi lainnya yg bisa disebut seperti Premiasuransi, Reasuransi, Retrocessi dan Cappital Flight.
Bank juga mendirikan leasing untuk menambahkan keuntungannya. Tugas dari leasing adalah untuk mencari nasabah yang ingin meminjam uang atau mengkredit uang. Biasanya leasing berguna saat orang-orang ingin mengkredit sebuah kendaraan bermotor dll. Leasingpun juga bekerja sama dengan asuransi. Dengan pergerakan itu juga asuransi membagi bagian-bagian untuk membagi tugas dan bergabung di capital market dengan membeli saham-saham bang ataupun leasing yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi itu sendiri. Agar asuransi dan bank itu selalu bekerjasama karena perusahaan asuransi itu juga memilihki saham atas bank yang bekerjasama dengan perusahaan asuransi tersebut. Dan itulah sirklus dari bank dalam perekonomian Indonesia.
PEMBAHASAN
Perbankan ibarat jantung, peranannya penting untuk memastikan ekonomi bergerak. Karena itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta perbankan berkontribusi agar pertumbuhan ekonomi Indonesia terus positif dalam lima tahun mendatang. Presiden mengatakan hal ini dalam bagian lain sambutannya saat menerima Masyarakat Perbankan Indonesia di Istana Merdeka, Senin (1/3) siang.
“Di masa damai, bank menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Di masa krisis, apabila bank runtuh, hampir pasti perekonomian juga runtuh,” kata Presiden. ”Your roles are very important, memastikan pergerakan perekonomian, termasuk sektor riil itu berjalan dengan baik,” SBY menambahkan.
Presiden menjelaskan, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang positif dalam lima tahun mendatang diperlukan penggunaan sumberdaya yang maksimal. ”Berkontribusilah agar pertumbuhan kita makin tinggi. Berkontribusilah agar investasi makin meningkat, dalam dan luar negeri, dari segi financing. Berkontribusilah agar ekspor kita juga makin meningkat,” kata Presiden. ”Kalau ekspor meningkat, industri bergerak, pertanian bergerak, akhirnya pertumbuhan terjadi dan akhirnya kesejahteraan rakyat bisa kita tingkatkan, pengangguran bisa kita kurangi, kemiskinan bisa kita turunkan,” Presiden SBY menjelaskan.
Menanggapi isu-isu yang berkembang di masyarakat perbankan terkait KUR (Kredit Usaha Rakyat) serta isu honor dan fee untuk para pejabat, Presiden meminta perbankan melakukan beberapa perbaikan. Presiden menganjurkan perbankan memperbaiki mekanisme penyaluran KUR dan tetap bekerjsama dengan daerah agar KUR tetap bisa mengalir. ”KUR itu sudah kami alokasikan setiap tahun sebesar Rp 2 trilliun yang bisa digandakan 10 kali, menjadi Rp 20 triliun. Secara teoritis bisa kita alirkan kepada usaha kecil, mikro, dan menengah,” jelas Presiden.
Terkait isu honor para pejabat yang diterima dari bank pembangunan daerah, Presiden mengimbau untuk membuat aturan-aturan yang jelas. ”Tidak boleh tidak ada kepastian. Mana honor yang boleh, mana honor yang tidak boleh. Atur, berlaku untuk semua,” tegas Presiden SBY.
Di akhir arahannya, Presiden menegaskan bahwa dalam setiap krisis tindakan harus tetap diambil. ”Kalau ada krisis harus kita ambil tindakan, judgement. Tentu tidak benar jika di pidanakan,” kata SBY. (yun/pressby.info)
Pengertian atau definisi bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya ke dalam masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Sehubungan dengan definisi bank tersebut bank menduduki posisi yang strategis di dalam perekonomian nasional karena :
1. Peranan Bank Dalam Pembangunan Nasional
Kegiatan bank dalam menghimpun atau memobilisasi dana yang menganggur dari masyarakat dan perusahaan-perusahaan kemudian disalurkan ke dalam usaha-usaha yang produktif untuk berbagai sektor ekonomi seperti pertanian, pertambangan, perindustrian, pengangkutan, perdagangan dan jasa-jasa lainnya akan meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan masyarakat.
Demikian pula akan membuka dan memperluas lapangan atau kesempatan kerja. Sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang menganggur di dalam masyarakat. Kegiatan dalam pemberian jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang dapat membantu memperbesar dan memperlancar arus barang-barang dan jasa-jasa dalam masyarakat.
2. Peranan Bank dalam Pembagian Pendapatan Masyarakat
Dalam kebijakan pemberian kredit bank mempunyai peranan yang sangat penting karena turut menentukan pembagian pendapatan masyarakat.
Kredit merupakan sarana yang ampuh bagi mereka yang memperolehnya, sebab dengan memperoleh kredit seseorang dapat menguasai faktor-faktor produksi untuk kegiatan usahanya. Makin besar kredit yang diperoleh, makin besar pula faktor produksi yang dikuasai, sehingga makin besar pula bagian pendapatan masyarakat yang dapat diraihnya. Sehubungan dengan itu melalui sistem perbankan yang kita miliki dan kebijakan perkreditan yang tepat bank dapat melaksanakan fungsinya dalam membantu pemerintah untuk memeratakan kesempatan berusaha dan pendapatan di dalam masyarakat. Dengan demikian kita dapat turut mewujudkan masyarakat yang kita cita-citakan, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Dunia usaha dan peran perbankan
Ketergantungan dunia usaha (sektor riil) terhadap sektor perbankan tampaknya semakin tinggi. Usaha apapun, baik dalam bidang industri, perdagangan, jasa, konstruksi, pertambangan, pertanian, dan sebagainya amat tergantung pada pembiayaan dari bank.
Berbagai proyek investasi dalam lingkup dan skala apapun sering menggunakan dana perbankan, yakni dalam bentuk kredit atau pinjaman. Sudah tentu berbagai usaha atau investasi tersebut harus memberikan keuntungan yang memadai, paling tidak dapat menutupi biaya produksi dan membayar pinjaman bank dan bunganya.
Di sinilah manajemen berperan. Manajemen tak lain merupakan seni, mengupayakan agar berbagai faktor produksi dapat terintegrasi secara terpadu, hingga menghasilkan nilai tambah yang optimal. Nilai tambah tersebut bisa diukur dengan besarnya Return On Equity (ROE), yakni menggambarkan berapa besarnya keuntungan yang bisa diperoleh untuk setiap uang (rupiah/dolar) yang ditanamkan.
Bank selaku kreditur atau pembiaya, cenderung hanya memilih perusahaan yang memiliki ROE yang cukup tinggi. Sebab, jika tingkat keuntungan usaha masih di bawah tingkat suku bunga deposito, bisa dikatakan bahwa usaha itu relatif kurang menguntungkan.
Para pemilik modal akan berpikir-pikir dulu sebelum membeli saham perusahaan, sebab suku bunga deposito relatif lebih tinggi dari ROE. Demikian juga dengan perbankan, melalui analisis kredit akan mencoba mengukur, membandingkan dan memperhitungkan tingkat keuntungan (feasibility study) dari sebuah usaha.
Berdasarkan fakta di atas, sudah tentu tingkat suku bunga yang tinggi sebenarnya kurang dikehendaki oleh dunia usaha. Karena secara langsung menuntut tingkat ROE yang tinggi, berarti perusahaan harus benar-benar meningkatkan produktivitas dan efisiensinya.
Sepanjang tingkat suku bunga itu masih logis, sebenarnya dunia usaha terkena dampak positif, yakni senantiasa meningkatkan produktivitasnya dan efisiensinya. Tetapi jika tingkat suku bunga itu sudah tak logis lagi, hanya akan menimbulkan kepenatan dan frustasi bagi para pengusaha. Nah, tingkat keuntungan usaha yang tinggi sebagai besar justru harus diserahkan pada bank untuk membayar utang ditambah bunga. Sedangkan kesempatan untuk menikmati hasil dan melakukan reinvestasi relatif kecil. Dengan kata lain, menjalankan usaha hanya untuk membayar suku bunga kredit yang menggunung. Sudah jelas, kondisi tersebut sama sekali tak menyehatkan iklim berusaha.
Selain masalah suku bunga yang tinggi, hal lainnya yang menyebabkan terhambatnya dunia usaha ialah persoalan mengenai agunan. Terutama bagi usaha skala menengah ke bawah, agunan seolah menjadi bumerang.
Sudah tentu, sebagian besar pelaku usaha kecil tidak memiliki agunan. Padahal, salah satu syarat utama untuk memperoleh kredit perbankan, yakni adanya barang yang dijaminkan (agunan), umpamanya sertifikat hak milik (tanah, bangunan, atau yang lainnya).
Dengan adanya aturan mengenai agunan ini, usaha besar yang relatif memiliki modal yang kuat (cadangan agunanya besar), bisa menikmati kredit perbankan dengan mudah. Bahkan, untuk perusahaan-perusahaan yang dikenal bonafide, agunan seolah bukan menjadi persyaratan. Hal itu tak lain karena tingkat keuntungan usaha (ROE) yang cukup tinggi, hingga perbankan seolah tak khawatir dana yang disalurkan akan macet. Padahal, kredit macet terjadi dalam semua skala usaha, baik kecil, menengah, besar atau raksasa.
Hanya sektor usaha yang benar-benar “sehat” saja yang mampu mengembalikan kredit sesuai jadwal. Jadi persoalannya, bagaimana agar sektor usaha benar-benar sehat. Dalam hal ini tidak selalu tergantung pada besar skala usaha. Usaha kecil yang sehat lebih berhak atas kredit perbankan daripada usaha besar yang “sakit”.
Supaya agunan tidak lagi menjadi syarat mutlak, maka sangat diperlukan kepiawaian tenaga perbankan (analisis kredit) dalam menilai kelayakan usaha, yakni melalui proposal.
Selain itu, diperlukan kecermatan dalam menilai siapa pelaku usahanya, apakah secara keseluruhan bisa dikatakan bonafide. Dalam hal ini, bonafide tidak hanya ditentukan oleh besarnya modal atau agunan yang dimiliki, tetapi bagaimana kapasitas sumber daya atau potensinya.
Apakah memiliki prospek dan wawasan yang jelas dan konkret dalam dunia usaha, atau hanya sekedar mencoba-coba, tak begitu serius. Sekali lagi, dalam hal ini hendaknya pihak perbankan tidak bersikap apriori terhadap kemampuan pengusaha skala kecil.
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang berorientasi profit, senantiasa menghindari hal-hal yang akan menyebabkan terjadinya kredit macet. Bagaimanapun, perbankan bertanggung-jawab langsung kepada para pemilik dana, terutama para nasabah, deposan atau masyarakat luas.
Pada dasarnya antara sektor perbankan dan dunia usaha terjadi simbiosis mutualisme, simbiosis yang saling menguntungkan. Dunia usaha tumbuh dan berkembang tak lain karena kontribusi perbankan.
Demikian pula sebaliknya, volume usaha bank membengkak, tak lain karena adanya aktivitas dunia usaha. Simbiosis itu bisa terus meluas dan makin berkembang, mencakup semua skala usaha, mengikutsertakan seluruh bank, baik bank yang kecil maupun besar, milik pemerintah atau swasta.
Penyaluran kredit bisa benar-benar diefektifkan dan dioptimalkan. Sudah selayaknya, tidak ada lagi “uang tidur”, tetapi terus-meneus berputar mengongkosi sektor riil. Dalam hal ini, tentu saja dibutuhkan sistem manajemen perbankan dan dunia usaha yang benar-benar mantap dan stabil.
Bukanlah hal itu pula yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional, yakni adanya sektor usaha yang terus menerus berkembang, yang tak terlepas dari peranan sektor perbankan. Kontribusinya, antara lain penyerapan tenaga kerja; penyediaan barang konsumsi dalam negeri, peningkatan ekspor, pajak bagi negara, dan sebagainya.
Kinerja Bank Dunia di Indonesia
Bank Dunia telah aktif di Indonesia sejak 1967. Sejak saat itu hingga saat ini, Bank Dunia telah membiayai lebih dari 280 proyek dan program pembangunan senilai 26,2 milyar dollar atau setara dengan Rp243,725 triliun (dengan kurs Rp9.302 per USD). Menurut Managing Director The World Bank Group, Ngozi Okonjo (30/1/2008), pinjaman tersebut telah digunakan pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan energi, industri, dan pertanian. Sementara yang sektor yang paling mendominasi selama 20 tahun pertama yakni infrastruktur yang pemberiannya kepada masyarakat miskin. Total hutang Indonesia kepada Bank Dunia adalah 243,7 Trilyun rupiah dan total hutang pemerintah Indonesia kepada berbagai pihak mencapai 1600 Trilyun rupiah.
Anggoro (2008) menulis, ada beberapa tugas Bank Dunia di Indonesia. Pertama, memimpin Forum CGI. Aggota CGI (Consultative Group meeting on Indonesia) adalah 33 negara dan lembaga-lembaga donor yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia. CGI “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas ekonomi liberal. Dalam hal ini, Bank Dunia bertugas menciptakan pasar yang kuat bagi kepentingan negara-negara dan lembaga donor.
Tugas kedua Bank Dunia adalah menyediakan hutang dalam jumlah besar, bekerjasama dengan Jepang dan ADB (Asian Development Bank). Tugas Bank Dunia yang lain adalah mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar.
Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang proyek dan hutang dana segar
a. Hutang Proyek
Hutang proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Namun, sayangnya, hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama, seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.
b. Hutang Dana Segar
Hutang dana segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang bentuknya, antara lain:
1. swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan
2. deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor
3. pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik, pupuk dan rokok
4. menaikkan tarif telepon dan pos
5. menaikkan harga bahan bakar (BBM)
Besarnya jumlah hutang (yang terus bertambah) membuat pemerintah juga harus terus mengalokasikan dana APBN untuk membayar hutng dan bunganya. Sebagai illustrasi, dapat kita lihat data APBN 2004 dimana pemerintah mengalokasikan Rp 114.8 trilyun (28% dari total anggaran) untuk belanja daerah, Rp 113.3 trilyun untuk pembayaran utang dalam dan luar negeri (27% dari total anggaran), dan subsidi hanya Rp 23.3 trilyun (5% dari total anggaran). Dari ketiga komponen anggaran belanja tersebut, anggaran belanja daerah dan subsidi masing-masing mengalami penurunan sebesar Rp 2 trilyun dan Rp 2.1 trilyun. Sedangkan alokasi untuk pembayaran utang mengalami kenaikan sebesar Rp 14.1 trilyun.
Komposisi dalam anggaran belanja negara tersebut mencerminkan besarnya beban utang tidak saja menguras sumber-sumber pendapatan negara, tetapi juga mengorbankan kepentingan rakyat berupa pemotongan subsidi dan belanja daerah. Karena itu, meski Bank Dunia memiliki semboyan “working for a world free of poverty”, namun meski telah lebih dari 60 tahun beroperasi di Indonesia, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2009, ada 31,5 juta penduduk miskin di Indonesia.
Anggoro (2008), peneliti dari Institute of Global Justice, menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia adalah sebagai berikut.
1. Kerugian dalam bidang ekonomi
- Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia)
- Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya.
- Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.
- Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas-universitas.
- Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon.
2. Kerugian dalam bidang politik
- Keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung kepada Bank Dunia dan mempengaruhi keputusan-keputusan politik yang dibuat pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan Bank Dunia.
Hal ini juga diungkapkan ekonom Rizal Ramli (2009), ”Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.”
Cara kerja Bank Dunia (dan lembaga-lembaga donor lainnya) dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan hutang, diceritakan secara detil oleh John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit Men”. Perkins adalah mantan konsultan keuangan yang bekerja pada perusahaan bernama Chas T. Main, yaitu perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini memberikan konsultasi pembangunan proyek-proyek insfrastruktur di negara-negara berkembang yang dananya berasal dari hutang kepada Bank Dunia, IMF, dll.
Mengenai pekerjaannya itu, Perkins (2004: 13-16) menulis, “…saya mempunyai dua tujuan penting. Pertama, saya harus membenarkan (justify) kredit dari dunia internasional yang sangat besar jumlahnya, yang akan disalurkan melalui Main dan perusahaan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster) melalui proyek-proyek engineering dan konstruksi raksasa. Kedua, saya harus bekerja untuk membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut (tentunya setelah mereka membayar Main dan kontraktor Amerika lainnya), sehingga mereka untuk selamanya akan dicengkeram oleh para kreditornya, dan dengan demikian negara-negara penerima utang itu akan menjadi target yang mudah ketika kita memerlukan yang kita kehendaki seperti pangkalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”
Dalam wawancaranya dengan Democracy Now! Perkins mengatakan, “Pekerjaan utama saya adalah membuat kesepakatan (deal-making) dalam pemberian hutang kepada negara-negara lain, hutang yang sangat besar, jauh lebih besar daripada kemampuan mereka untuk membayarnya. Salah satu syarat dari hutang itu adalah—contohnya, hutang 1 milyar dolar untuk negara seperti Indonesia atau Ecuador—negara ini harus memberikan 90% dari hutang itu kepada perusahaan AS untuk membangun infrastruktur, misalnya perusahaan Halliburton atau Bechtel. Ini adalah perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan ini kemudian akan membangun jaringan listrik, pelabuhan, atau jalan tol, dan ini hanya akan melayani segelintir keluarga kaya di negara-negara itu. Orang-orang miskin di sana akan terjemak dalam hutang yang luar biasa yang tidak mungkin bisa mereka bayar.”
Untuk kasus Ekuador, Perkins menulis, negara itu kini harus memberikan lebih dari 50% pendapatannya untuk membayar hutang. Hal itu tentu tak mungkin dilakukan Ekuador. Sebagai kompensasinya, AS meminta Ekuador agar memberikan ladang-ladang minyaknya kepada perusahaan-perusahaan minyak AS yang kini beroperasi di kawasan Amazon yang kaya minyak.
Tak heran bila kemudian ekonom Joseph Stiglitz pada tahun 2002 mengkritik keras Bank Dunia dan menyebutnya “institusi yang tidak bekerja untuk orang miskin, lingkungan, atau bahkan stabilitas ekonomi”. Dengan demikian, menurut Stiglitz, Bank Dunia pada prakteknya menyalahi tujuan didirikannya bank tersebut, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, yaitu untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan menjaga kestabilan ekonomi.
Melihat kinerja seperti ini, menurut Anggoro (2008), Bank Dunia sesungguhnya telah melanggar Piagam PBB yang menyebutkan, “to employ international machinery for the promotion of the economic and social advancement of all peoples”. Dengan kata lain, Bank Dunia sebagai salah satu organ PBB mendapatkan mandat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa. Bank Dunia malah memfokuskan operasinya pada penguatan pasar dan keuangan melalui ekspansi ekonomi perusahaan multinasional, dan membiarkan Indonesia selalu berada dalam jeratan hutang tak berkesudahan.
Hukum Perbankan : Seputar Pengertian Perbankan
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.
Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1. Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.
4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
Jasa-jasa ini amat memudahkan dan memberikan rasa aman dan nyaman kepada pihak yang menggunakannya.
Dalam pertumbuhan ekonomi sebenarnya, sejauhmana peranan bank dalam membantu usaha para nasabah yang memerlukan dana, baik dana Investasi maupun dana untuk modal kerja diharapkan adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.
Bagi pemerintah sendiri dengan menyebarnya pemberian kredit akan menambah penerimaan pajak dari keuntungan dari para nasabah dan bank dan adanya kesempatan kerja jika kredit digunakan sebagai pembangunan usaha baru atau perluasan usaha sehingga dapat menyedot tenaga kerja baru.
Meningkatnya jumlah barang dan jasa jelaslah bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang yang beredar di masyarakat.
Akan menambah deviasa negara terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit, yang jelas akan menghemat devisa negara.
Yang menjadikan permasalahan saat ini adalah apakah seluruh bank-bank swasta yang ada di Indonesia dapat dikatakan sehat dan para nasabah untuk mendapatkan dana dapat memenuhi syarat-syarat yang berlaku di dunia perbankan.
Bank-bank swasta di Indonesia tidaklah seluruhnya dapat dikatakan sehat. Adanya ijin pendirian bank umum, biasanya akan diberikan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, persyaratan pendirian sebuah bank adalah :
• Susunan organisasi dan kepengurusan.
• Permodalan.
• Kepemilikan.
• Keahlian di bidang perbankan.
• Kebijakan rencana kerja.
Setelah sebuah bank terbentuk apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan bahkan dihentikan kegiatan operasinya.
Salah satu penilaian yang dilakukan Bank Indonesia adalah Aspek Permodalan.
Yang dinilai disini adalah permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Artinya bagi dunia perbankan yang mengelola bisnis kepercayaan dimana hidupnya sangat tergantung dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Kalau masyarakat sudah tidak percara lagi kepada salah satu bank maka dampaknya akan berakhir riwayat bank tersebut.
Permasalahan yang lain adalah adanya kredit macet. Dimana ada dua faktor sehingga terjadinya kredit macet yaitu :
Pertama dari pihak perbankan. Dalam hal ini untuk melakukan analisis setiap pemohon kredit kurang teliti, sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak terprediksi sebelumnya.
Kedua dari pihak nasabah, adanya unsur kesengajaan dalam hal ini adanya kesengajaan, nasabah tidak mau membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan macet.
Bisa juga unsur ketidak sengajaan dari debitur, karena sesuatu hal debitur tidak mau membayar akan tetapi tidak mampu.
Tetapi apa sebenarnya yang terjadi jika dari perbankan sendiri yang selalu menghadapi kendala.
Berikut ini adalah sedikit gambaran atau peta perbankan yang dapat mempengaruhi kondisi perekonomian di Indonesia.
Harapan masyarakat, pemerintah dan kalangan perbankan diminta secepatnya mengembalikan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi, bila ingin ekonomi Indonesia cepat keluar dari krisis berkepanajangan dan jangan membuat lembaga ini menjadi mandul.
Pengembalian fungsi intermediasi tersebut didasarkan atas kegiatan mobilisasi dana secara agresif oleh kalangan perbankan di Indonesia. Namun dana tersebut belum mampu didistribusikan menjadi kredit untuk sektor riil, sehingga roda ekonomi serta penyerapan tenaga kerja bisa berlanjut.
Percepatan penyaluran kredit dapat dilakukan melalui tersedianya tata kelola kredit yang dapat menghindarkan jebakan kredit macet seperti kehadiran unit monitoring kredit dan usaha debitur sebagai pelengkap.
Ada beberapa strategi bagi penguatan keuangan dan sektor riil selain mengambalikan fungsi bank sebagai lembaga intermediasai, diantaranya memberikan fasilitas untuk penguatan bank non-rekapitalisasi.
Didasarkan atas semakin meningkatnya konsentrasi industri perbankan dengan kekuatan pada bank rekap, dimana kenyataan ini mengakibatkan kesulitan memperbaiki kinerja perbankan nasional.
Untuk mendorong terwujudnya kemitraan antara lembaga keuangan dan pengguna jangka panjang untuk pencapaian efisiensi pembiayaan melalui orientasi informasi yang lengkap untuk kedua belah pihak.
Strategi lainnya memperkuat fungsi lembaga keuangan lainnya sebagai alternatif pendanaan sektor riil. Pengertian tersebut mempunyai sasran tersalurnya kredit untuk sektor produktif dan bukan diprioritaskan pada konsumsi atau perdaganngan.
Langkah lain dalam penguatan lembaga keuangan dan sektor riil, yaitu kebijakan menjaga stabilitas moneter, khususnya dalam pengendalian inflansi yang kerap menimbulkan Trade Off.
KRISIS EKONOMI GLOBAL
Seluruh dunia telah diliputi oleh krisis financial (krisis ekonomi global), seluruh negara-negara di dunia baik itu negara maju maupun negara berkembang telah terjebak dalam kesulitan yang sangat rumit. Beberapa negara yang sebelumnya menikmati kondisi ekonomi yang kuat yang mempunyai teknologi yang canggih dalam hal ilmu pengetahuan, pangan, senjata, obat-obatan terlihat hancur perekonomiannnya. Fakta dari masalah tersebut adalah bahwa ekonomi negara-negara tersebut ditopang oleh kebijakan yang sangat rapuh yang meyebabkan collaps terkena dampak krisis ekonomi global.
Krisis finansial global yang menyebabkan menurunnya kinerja perekonomian dunia secara drastis pada tahun 2008 diperkirakan masih akan terus berlanjut, bahkan akan meningkat intensitasnya pada tahun 2009. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, selain menyebabkan volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam, juga akan berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut, terjadinya penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran dunia. Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini dapat merusak fundamental perekonomian, dan memicu terjadinya krisis ekonomi.
Kekhawatiran atas dampak negatif pelemahan ekonomi global terhadap perekonomian di negara-negara emerging markets dan fenomena flight to quality dari investor global di tengah krisis keuangan dunia dewasa ini, telah memberikan tekanan pada mata uang seluruh dunia, termasuk Indonesia dan mengeringkan likuiditas dolar Amerika Serikat di pasar domestik banyak negara. Hal ini menyebabkan pasar valas di negara-negara maju maupun berkembang cenderung bergejolak di tengah ketidakpastian yang meningkat.
Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, meskipun Indonesia telah membangun momentum pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, tidak akan terlepas dari dampak negatif perlemahan ekonomi dunia tersebut. Krisis keuangan global yang mulai berpengaruh secara signifikan dalam triwulan III tahun 2008, dan second round effectnya akan mulai dirasakan meningkat intensitasnya pada tahun 2009, diperkirakan akan berdampak negatif pada kinerja ekonomi makro Indonesia dalam tahun 2009 baik di sisi neraca pembayaran dan neraca sektor riil, maupun sektor moneter dan sektor fiskal (APBN).
Dampak negatif yang paling cepat dirasakan sebagai akibat dari krisis perekonomian global adalah pada sektor keuangan melalui aspek sentimen psikologis maupun akibat merosotnya likuiditas global. Penurunan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai sekitar 50,0 persen, dan depresiasi nilai tukar rupiah disertai dengan volatilitas yang meningkat. Sepanjang tahun 2008, nilai tukar rupiah telah terdepresiasi sebesar 17,5 persen. Kecenderungan volatilitas nilai tukar rupiah tersebut masih akan berlanjut hingga tahun 2009 dengan masih berlangsungnya upaya penurunan utang (deleveraging) dari lembaga keuangan global.
Krisis keuangan Amerika Serikat menyebabkan masalah global keuangan dunia, untuk mengatasi hal tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan sepuluh arahan: (1) semua kalangan tetap optimis, dan bersinergi menghadapi krisis keuangan, (2) tetap pertahankan nilai pertumbuhan enam persen, (3) optimalisasi APBN 2009, (4) dunia usaha khususnya sektor riil harus tetap bergerak, (5) semua pihak agar cerdas menangkap peluang, (6) galakkan kembali penggunaan produk dalam negeri, (7)tingkatkan sikap profesionalisme, (8) kerja sama dalam menghadapi masalah, (9) tidak melakukan langkah non partisan, (10)komunikasi yang bijak. Sementara itu Mudrajad Kuncoro (2008) mengatakan bahwa setidaknya ada dua langkah strategis dalam mengatasi dampak krisis keuangan global, yaitu Demand pull strategy dan supply push strategy. Demand pull strategy mencakup strategi perkuatan sisi permintaan, yang bisa dilakukan dengan perbaikan iklim bisnis, fasilitasi mendapatkan HAKI (paten), fasilitasi pemasaran domestik dan luar negeri dan menyediakan peluang pasar. Langkah strategis lainnya adalah supply push strategy yang mencakup strategy pendorong sisi penawaran, ini bisa dilakukan dengan ketersediaan bahan baku, dukungan permodalan, bantuan teknologi/mesin/alat, dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia.
Penyebab Krisis Ekonomi Global
Di tengah dinamika ekonomi global yang terus-menerus berubah dengan akselerasi yang semakin tinggi sebagaimana digambarkan di atas, Indonesia mengalami terpaan badai krisis yang intensitasnya telah sampai pada keadaan yang nyaris menuju kebangkrutan ekonomi.
Krisis ekonomi – yang dipicu oleh krisis moneter – beberapa waktu yang lalu, paling tidak telah memberikan indikasi yang kuat terhadap tiga hal. Pertama, kredibilitas pemerintah telah sampai pada titik nadir. Penyebab utamanya adalah karena langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dalam merenspons krisis selama ini lebih bersifat “tambal-sulam”, ad-hoc, dan cenderung menempuh jalan yang berputar-putar.
Selain itu, seluruh sumber daya yang dimiliki negeri ini dicurahkan sepenuhnya untuk menyelamatkan sektor modern dari titik kehancuran. Sementara itu, sektor tradisional, sektor informal, dan ekonomi rakyat, yang juga memiliki eksistensi di negeri ini seakan-akan dilupakan dari wacana penyelamatan perekonomian yang tengah menggema.
Kedua, rezim Orde Baru yang selalu mengedepankan pertumbuhan (growth) ekonomi telah menghasilkan crony capitalism yang telah membuat struktur perekonomian menjadi sangat rapuh terhadap gejolak-gejolak eksternal. Industri manufaktur yang sempat dibanggakan itu ternyata sangat bergantung pada bahan baku impor dan tak memiliki daya tahan. Sementara itu, akibat “dianak-tirikan”, sektor pertanian pun juga tak kunjung mature sebagai penopang laju industrialisasi. Yang saat itu terjadi adalah derap industrialisasi melalui serangkaian kebijakan yang cenderung merugikan sektor pertanian. Akibatnya, sektor pertanian tak mampu berkembang secara sehat dalam merespons perubahan pola konsumsi masyarakat dan memperkuat competitive advantage produk-produk ekspor Indonesia.
Salah satu faktor terpenting yang bisa menjelaskan kecenderungan di atas adalah karena proses penyesuaian ekonomi dan politik (economic and political adjustment) tidak berlangsung secara mulus dan alamiah. Soeharto-style state-assisted capitalism nyata-nyata telah merusak dan merapuhkan tatanan perekonomian. Memang di satu sisi pertumbuhan ekonomi yang telah dihasilkan cukup tinggi, namun mengakibatkan ekses yang ujung-ujungnya justru counter productive bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Krisis Ekonomi Global
1. Dampak Perekonomian Global terhadap APBNP 2008
Asumsi inflasi dalam APBNP 2008 yang ditetapkan sebesar 6,5%, menurut Adiningsih (Ekonom dari Universitas Gajah Mada) dalam harian Suara Karya (16/4-08), dapat melebihi 10% akibat tekanan berat dari kondisi perekonomian global yang berada di luar kendali pemerintah. Adiningsih mengemukakan bahwa seharusnya pemerintah menyusun APBN secara konsevatif , karena apabila APBN dirubah terus, tentu akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Dia juga mengungkapkan bahwa dunia usaha juga tergantung pada pengelolaan dan realisasi APBN. Apabila APB tidak konsisten, dipastikan dunia usaha akan sulit tumbuh, sehinga sulit diharapkan pertumbuhan ekonomi yang tiggi. Mengenai besaran asumsi inflasi dalam APBNP, menurutnya tidak masuk akal, karena pada akhir tahun 208 terdapat beberapa hari raya yang sudah pasti akan memicu inflasi lebih tinggi. Disamping itu harga minyak mentah yang masih akan melambung dan harga pangan dunia yang meroket. Hal ini akan mempengaruhi harga komoditias di dalam negeri. Tidak semua komoditas dapat dikendalikan oleh pemerintah. Tambahan lagi, banyak barang impor termasuk yang illegal masuk ke ke pasar Indonesia. Hinga akhir tahun ini diperkirakan gejolak pasar Keuangan dunia belum akan reda. Seandainya Amerika Serikat meningkatkan suku bunga kredit, akan berdampak terhadap Indonesia dan dikhawatirkan inflasi akan melebihisatudigit.
Dalam menghadapi situasi perekonomian global yang tidak pasti, Raden Pardede (salah satu calon gubernur BI yang ditolak DPR) mengemukakan pendapatnya bahwa pemerintah harus membatasi besaran anggaran untuk subsidi. Menurutnya, dengan asumsi harga minyak mentah sebesar US$ 95 per barel, total subsidi mencapai sekitar Rp 33 triliun. Jika harga minyak ternyata lebih dri U$$ 100 per barel, diperkirakan lebih dari 30% anggaran belanja habis untuk subsidi, bagaimana dengan sektro yang lain, katanya.
Berkaitan dengan kekurangan dana dalam APBN pasti dicarikan melalui pembiayaan yang salah satunya adalah dengan penerbitan Suat Utang Negara (SUN) disesuaikan dengan melihat kemampuan pasar untuk menyerapnya. Tetapi, jika subsidi tidak dibatasi, investor akan khawatir mengnenai kemampuan negara dalam melakukan pembayaran. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian dan rendahnya daya serap SUN.
Pendapat dari kedua pengamat ekonomi tersebut perlu diperhatikan sebagai informasi untuk mewaspadai bahwa kondisi perkonomian dunia yang saat ini sedang bergolak penuh ketidak pastian akan berdampak terhadap tingkat inflasi, alokasi anggaran untuk subsidi dan daya serap SUN untuk pembiayaan deficit APBN. Namun demikian, apabila dalam perjalanannya asumsi-asumsi dalam APBNP 2008 meleset jauh dari kenyataan, pengamat ekonomi tidak seharusnya semata-mata menyalahkan pemerintah, karena APBN-P 2008 tersebut merupakan hasil pembahasan dan kesepakatan antara pemerintah dengan DPR. Tambahan lagi, jika asumsi dalam APBNP tidak sesuai lagi dengan perkembangan kondisi perekonomian, mau tidak mau APBNP 2008 harus direvisi kembali
KESIMPULAN
Seperti kita ketahui bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam fungsinya bank yaitu sebagai penghimpun, penyalur dan pelayan jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Peranan bank sebagai lembaga keungan yaitu sebagai lembaga yang memberi kemudahan pada masyarakat dalam hal penghimpun investasi dan sebagai alat transaksi bagi masyakat.
Dalam kegiatannya, bank dituntut untuk menjalankan fungsi dan peranannya sesuai dengan peraturan perUndang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dimana dalam menjalankan kegiatan bank harus memenuhi sarat kesehatan bank guna menjaga kepercayaan atas nasabah yang merupakan objek terpenting dalam bank. Namun dalam pelaksanaannya tidak semua bank dapat memenuhi sarat kesehatan, ada bank yang mempunyai masalah dengan kesehatan bank, namun dalam hal ini perlu campur tangan pemerintah melalui Bank Indonesia guna meningkatkat kualitas bank dan meningkatkan perekonomian rakyat melalui penyaluran dana dari bank.
DAFTAR PUSTAKA
http://agroterpadu.blogspot.com/2009/02/peran-perbankan-dalam-perekonomian.html
http://madina.co.id/index.php/ekonomi/7736-peran-perbankan-penting-untuk-menggerakkan-perekonomian.html
http://www.pantonanews.com/430-dunia-usaha-dan-peran-perbankan
http://www.pantonanews.com/430-dunia-usaha-dan-peran-perbankan
http://aziz27.wordpress.com/2009/06/22/pemasalahan-fungsi-dan-peran-bank/
http://dickyragkick.blogspot.com/2012/03/pengaruh-bank-dalam-perekonomian.html
PERAN PERBANKAN DAN PEREKONOMIAN INDONESIA
NAMA :HENI HENDRAYANI
NPM :33209138
KELAS : 3DD04
TUGAS : EKONOMI KOPERASI (SOFTSKILL)
UNIVERSITAS GUNADARMA
ABSTRAK
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang berorientasi profit, senantiasa menghindari hal-hal yang akan menyebabkan terjadinya kredit macet. Bagaimanapun, perbankan bertanggung-jawab langsung kepada para pemilik dana, terutama para nasabah, deposan atau masyarakat luas.
Pada dasarnya antara sektor perbankan dan dunia usaha terjadi simbiosis mutualisme, simbiosis yang saling menguntungkan. Dunia usaha tumbuh dan berkembang tak lain karena kontribusi perbankan.
Demikian pula sebaliknya, volume usaha bank membengkak, tak lain karena adanya aktivitas dunia usaha. Simbiosis itu bisa terus meluas dan makin berkembang, mencakup semua skala usaha, mengikutsertakan seluruh bank, baik bank yang kecil maupun besar, milik pemerintah atau swasta.
Penyaluran kredit bisa benar-benar diefektifkan dan dioptimalkan. Sudah selayaknya, tidak ada lagi “uang tidur”, tetapi terus-meneus berputar mengongkosi sektor riil. Dalam hal ini, tentu saja dibutuhkan sistem manajemen perbankan dan dunia usaha yang benar-benar mantap dan stabil.
Bukanlah hal itu pula yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional, yakni adanya sektor usaha yang terus menerus berkembang, yang tak terlepas dari peranan sektor perbankan. Kontribusinya, antara lain penyerapan tenaga kerja; penyediaan barang konsumsi dalam negeri, peningkatan ekspor, pajak bagi negara, dan sebagainya.
KATA KUNCI : peran perbankan dan perekonomian Indonesia
PENDAHULUAN
Para ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank umum sebagai institusi keuangan yang berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut bank umum melaksanakan fungsi intermediasi. Karena diizikan mengumpulkan dana dalam bentuk deposito, bank umum disebut juga sebagai lembaga keuangan depositori. Berdasarkan kemampuannya menciptakan uang (giral), bank umum dapat juga disebut sebagai bank umum pencipta uang giral.
Pengertian bank umum menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 :
“Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.“
Sebelum ada bank, orang-orang melakukan transaksi barter untuk memenuhi kebutuhannya dalam meminjam uang dan menyimpan uang. Tapi resiko itu sangat besar karena jika salah satu pihak mengalami kerugian, maka pihak yang satunya lagi yang harus bertanggung jawab. Saat bank didirkian, fungsi dari bank itu sendiri adalah untuk menyimpan dan memberikan kredit kepada orang-orang untuk menyimpan uangnya dan memberikan kredit kepada orang-orang yang memerlukan.
Pada saat itulah fungsi bank menjadi perantara antara kedua belah pihak yang ingin mendeposit dan juga yang ingin mengkredit. Deposit pun dibagi menjadi tiga yaitu: saving depposit (tabungan), demmand deposit (giro), time deposit (deposito). Bank didirikan pasti juga bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Maka daripada itu, bank memberikan bunga kepada pihak-pihak yang meminjam (mengkredit) uang dibank. Selain bank ada juga Capital Market (Pasar Modal), bankpun bekerjasama dengan pasar modal dengan cara menanamkan sahamnya di capital market. Dalam pasar modal sistem penyimpanan uang itu dalam bentuk saham (stock) dan obligasi (surat hutang). Sahampun taerbagi atas dua jenis: Deviden dan Capital Gain, Capital Gain adalah penyimpanan dengan cara short transaction. Bank disebut juga “Indirect Investment”. Jika bunga Capital Market naik 20% maka pihak B rugi dan yang terkena imbas juga pihak A. Jika Indirect Investment dengan bunga 20% jika B rugi maka yang menanggung adalah Bank dengan faktor transfer of risk yaitu: i1 < i3, i2 > i3 .
Dalam sistem kerjanya dan pertanggungan terhadap nasabahnya bank tidak ingin menanggung sendiri, maka daripada itu bank juga bekerjasama dengan perusahaan asuransi. Bank bekerja sama dengan “Asuransi” agar bank tidak rugi dengan cara premi dan uang pertanggungan. Pihak asuransi pun tidak ingin menanggung itu sendiri, maka pihak asuransi itupun bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan asuransi lainnya yg bisa disebut seperti Premiasuransi, Reasuransi, Retrocessi dan Cappital Flight.
Bank juga mendirikan leasing untuk menambahkan keuntungannya. Tugas dari leasing adalah untuk mencari nasabah yang ingin meminjam uang atau mengkredit uang. Biasanya leasing berguna saat orang-orang ingin mengkredit sebuah kendaraan bermotor dll. Leasingpun juga bekerja sama dengan asuransi. Dengan pergerakan itu juga asuransi membagi bagian-bagian untuk membagi tugas dan bergabung di capital market dengan membeli saham-saham bang ataupun leasing yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi itu sendiri. Agar asuransi dan bank itu selalu bekerjasama karena perusahaan asuransi itu juga memilihki saham atas bank yang bekerjasama dengan perusahaan asuransi tersebut. Dan itulah sirklus dari bank dalam perekonomian Indonesia.
PEMBAHASAN
Perbankan ibarat jantung, peranannya penting untuk memastikan ekonomi bergerak. Karena itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta perbankan berkontribusi agar pertumbuhan ekonomi Indonesia terus positif dalam lima tahun mendatang. Presiden mengatakan hal ini dalam bagian lain sambutannya saat menerima Masyarakat Perbankan Indonesia di Istana Merdeka, Senin (1/3) siang.
“Di masa damai, bank menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Di masa krisis, apabila bank runtuh, hampir pasti perekonomian juga runtuh,” kata Presiden. ”Your roles are very important, memastikan pergerakan perekonomian, termasuk sektor riil itu berjalan dengan baik,” SBY menambahkan.
Presiden menjelaskan, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang positif dalam lima tahun mendatang diperlukan penggunaan sumberdaya yang maksimal. ”Berkontribusilah agar pertumbuhan kita makin tinggi. Berkontribusilah agar investasi makin meningkat, dalam dan luar negeri, dari segi financing. Berkontribusilah agar ekspor kita juga makin meningkat,” kata Presiden. ”Kalau ekspor meningkat, industri bergerak, pertanian bergerak, akhirnya pertumbuhan terjadi dan akhirnya kesejahteraan rakyat bisa kita tingkatkan, pengangguran bisa kita kurangi, kemiskinan bisa kita turunkan,” Presiden SBY menjelaskan.
Menanggapi isu-isu yang berkembang di masyarakat perbankan terkait KUR (Kredit Usaha Rakyat) serta isu honor dan fee untuk para pejabat, Presiden meminta perbankan melakukan beberapa perbaikan. Presiden menganjurkan perbankan memperbaiki mekanisme penyaluran KUR dan tetap bekerjsama dengan daerah agar KUR tetap bisa mengalir. ”KUR itu sudah kami alokasikan setiap tahun sebesar Rp 2 trilliun yang bisa digandakan 10 kali, menjadi Rp 20 triliun. Secara teoritis bisa kita alirkan kepada usaha kecil, mikro, dan menengah,” jelas Presiden.
Terkait isu honor para pejabat yang diterima dari bank pembangunan daerah, Presiden mengimbau untuk membuat aturan-aturan yang jelas. ”Tidak boleh tidak ada kepastian. Mana honor yang boleh, mana honor yang tidak boleh. Atur, berlaku untuk semua,” tegas Presiden SBY.
Di akhir arahannya, Presiden menegaskan bahwa dalam setiap krisis tindakan harus tetap diambil. ”Kalau ada krisis harus kita ambil tindakan, judgement. Tentu tidak benar jika di pidanakan,” kata SBY. (yun/pressby.info)
Pengertian atau definisi bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya ke dalam masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Sehubungan dengan definisi bank tersebut bank menduduki posisi yang strategis di dalam perekonomian nasional karena :
1. Peranan Bank Dalam Pembangunan Nasional
Kegiatan bank dalam menghimpun atau memobilisasi dana yang menganggur dari masyarakat dan perusahaan-perusahaan kemudian disalurkan ke dalam usaha-usaha yang produktif untuk berbagai sektor ekonomi seperti pertanian, pertambangan, perindustrian, pengangkutan, perdagangan dan jasa-jasa lainnya akan meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan masyarakat.
Demikian pula akan membuka dan memperluas lapangan atau kesempatan kerja. Sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang menganggur di dalam masyarakat. Kegiatan dalam pemberian jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang dapat membantu memperbesar dan memperlancar arus barang-barang dan jasa-jasa dalam masyarakat.
2. Peranan Bank dalam Pembagian Pendapatan Masyarakat
Dalam kebijakan pemberian kredit bank mempunyai peranan yang sangat penting karena turut menentukan pembagian pendapatan masyarakat.
Kredit merupakan sarana yang ampuh bagi mereka yang memperolehnya, sebab dengan memperoleh kredit seseorang dapat menguasai faktor-faktor produksi untuk kegiatan usahanya. Makin besar kredit yang diperoleh, makin besar pula faktor produksi yang dikuasai, sehingga makin besar pula bagian pendapatan masyarakat yang dapat diraihnya. Sehubungan dengan itu melalui sistem perbankan yang kita miliki dan kebijakan perkreditan yang tepat bank dapat melaksanakan fungsinya dalam membantu pemerintah untuk memeratakan kesempatan berusaha dan pendapatan di dalam masyarakat. Dengan demikian kita dapat turut mewujudkan masyarakat yang kita cita-citakan, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Dunia usaha dan peran perbankan
Ketergantungan dunia usaha (sektor riil) terhadap sektor perbankan tampaknya semakin tinggi. Usaha apapun, baik dalam bidang industri, perdagangan, jasa, konstruksi, pertambangan, pertanian, dan sebagainya amat tergantung pada pembiayaan dari bank.
Berbagai proyek investasi dalam lingkup dan skala apapun sering menggunakan dana perbankan, yakni dalam bentuk kredit atau pinjaman. Sudah tentu berbagai usaha atau investasi tersebut harus memberikan keuntungan yang memadai, paling tidak dapat menutupi biaya produksi dan membayar pinjaman bank dan bunganya.
Di sinilah manajemen berperan. Manajemen tak lain merupakan seni, mengupayakan agar berbagai faktor produksi dapat terintegrasi secara terpadu, hingga menghasilkan nilai tambah yang optimal. Nilai tambah tersebut bisa diukur dengan besarnya Return On Equity (ROE), yakni menggambarkan berapa besarnya keuntungan yang bisa diperoleh untuk setiap uang (rupiah/dolar) yang ditanamkan.
Bank selaku kreditur atau pembiaya, cenderung hanya memilih perusahaan yang memiliki ROE yang cukup tinggi. Sebab, jika tingkat keuntungan usaha masih di bawah tingkat suku bunga deposito, bisa dikatakan bahwa usaha itu relatif kurang menguntungkan.
Para pemilik modal akan berpikir-pikir dulu sebelum membeli saham perusahaan, sebab suku bunga deposito relatif lebih tinggi dari ROE. Demikian juga dengan perbankan, melalui analisis kredit akan mencoba mengukur, membandingkan dan memperhitungkan tingkat keuntungan (feasibility study) dari sebuah usaha.
Berdasarkan fakta di atas, sudah tentu tingkat suku bunga yang tinggi sebenarnya kurang dikehendaki oleh dunia usaha. Karena secara langsung menuntut tingkat ROE yang tinggi, berarti perusahaan harus benar-benar meningkatkan produktivitas dan efisiensinya.
Sepanjang tingkat suku bunga itu masih logis, sebenarnya dunia usaha terkena dampak positif, yakni senantiasa meningkatkan produktivitasnya dan efisiensinya. Tetapi jika tingkat suku bunga itu sudah tak logis lagi, hanya akan menimbulkan kepenatan dan frustasi bagi para pengusaha. Nah, tingkat keuntungan usaha yang tinggi sebagai besar justru harus diserahkan pada bank untuk membayar utang ditambah bunga. Sedangkan kesempatan untuk menikmati hasil dan melakukan reinvestasi relatif kecil. Dengan kata lain, menjalankan usaha hanya untuk membayar suku bunga kredit yang menggunung. Sudah jelas, kondisi tersebut sama sekali tak menyehatkan iklim berusaha.
Selain masalah suku bunga yang tinggi, hal lainnya yang menyebabkan terhambatnya dunia usaha ialah persoalan mengenai agunan. Terutama bagi usaha skala menengah ke bawah, agunan seolah menjadi bumerang.
Sudah tentu, sebagian besar pelaku usaha kecil tidak memiliki agunan. Padahal, salah satu syarat utama untuk memperoleh kredit perbankan, yakni adanya barang yang dijaminkan (agunan), umpamanya sertifikat hak milik (tanah, bangunan, atau yang lainnya).
Dengan adanya aturan mengenai agunan ini, usaha besar yang relatif memiliki modal yang kuat (cadangan agunanya besar), bisa menikmati kredit perbankan dengan mudah. Bahkan, untuk perusahaan-perusahaan yang dikenal bonafide, agunan seolah bukan menjadi persyaratan. Hal itu tak lain karena tingkat keuntungan usaha (ROE) yang cukup tinggi, hingga perbankan seolah tak khawatir dana yang disalurkan akan macet. Padahal, kredit macet terjadi dalam semua skala usaha, baik kecil, menengah, besar atau raksasa.
Hanya sektor usaha yang benar-benar “sehat” saja yang mampu mengembalikan kredit sesuai jadwal. Jadi persoalannya, bagaimana agar sektor usaha benar-benar sehat. Dalam hal ini tidak selalu tergantung pada besar skala usaha. Usaha kecil yang sehat lebih berhak atas kredit perbankan daripada usaha besar yang “sakit”.
Supaya agunan tidak lagi menjadi syarat mutlak, maka sangat diperlukan kepiawaian tenaga perbankan (analisis kredit) dalam menilai kelayakan usaha, yakni melalui proposal.
Selain itu, diperlukan kecermatan dalam menilai siapa pelaku usahanya, apakah secara keseluruhan bisa dikatakan bonafide. Dalam hal ini, bonafide tidak hanya ditentukan oleh besarnya modal atau agunan yang dimiliki, tetapi bagaimana kapasitas sumber daya atau potensinya.
Apakah memiliki prospek dan wawasan yang jelas dan konkret dalam dunia usaha, atau hanya sekedar mencoba-coba, tak begitu serius. Sekali lagi, dalam hal ini hendaknya pihak perbankan tidak bersikap apriori terhadap kemampuan pengusaha skala kecil.
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang berorientasi profit, senantiasa menghindari hal-hal yang akan menyebabkan terjadinya kredit macet. Bagaimanapun, perbankan bertanggung-jawab langsung kepada para pemilik dana, terutama para nasabah, deposan atau masyarakat luas.
Pada dasarnya antara sektor perbankan dan dunia usaha terjadi simbiosis mutualisme, simbiosis yang saling menguntungkan. Dunia usaha tumbuh dan berkembang tak lain karena kontribusi perbankan.
Demikian pula sebaliknya, volume usaha bank membengkak, tak lain karena adanya aktivitas dunia usaha. Simbiosis itu bisa terus meluas dan makin berkembang, mencakup semua skala usaha, mengikutsertakan seluruh bank, baik bank yang kecil maupun besar, milik pemerintah atau swasta.
Penyaluran kredit bisa benar-benar diefektifkan dan dioptimalkan. Sudah selayaknya, tidak ada lagi “uang tidur”, tetapi terus-meneus berputar mengongkosi sektor riil. Dalam hal ini, tentu saja dibutuhkan sistem manajemen perbankan dan dunia usaha yang benar-benar mantap dan stabil.
Bukanlah hal itu pula yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional, yakni adanya sektor usaha yang terus menerus berkembang, yang tak terlepas dari peranan sektor perbankan. Kontribusinya, antara lain penyerapan tenaga kerja; penyediaan barang konsumsi dalam negeri, peningkatan ekspor, pajak bagi negara, dan sebagainya.
Kinerja Bank Dunia di Indonesia
Bank Dunia telah aktif di Indonesia sejak 1967. Sejak saat itu hingga saat ini, Bank Dunia telah membiayai lebih dari 280 proyek dan program pembangunan senilai 26,2 milyar dollar atau setara dengan Rp243,725 triliun (dengan kurs Rp9.302 per USD). Menurut Managing Director The World Bank Group, Ngozi Okonjo (30/1/2008), pinjaman tersebut telah digunakan pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan energi, industri, dan pertanian. Sementara yang sektor yang paling mendominasi selama 20 tahun pertama yakni infrastruktur yang pemberiannya kepada masyarakat miskin. Total hutang Indonesia kepada Bank Dunia adalah 243,7 Trilyun rupiah dan total hutang pemerintah Indonesia kepada berbagai pihak mencapai 1600 Trilyun rupiah.
Anggoro (2008) menulis, ada beberapa tugas Bank Dunia di Indonesia. Pertama, memimpin Forum CGI. Aggota CGI (Consultative Group meeting on Indonesia) adalah 33 negara dan lembaga-lembaga donor yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia. CGI “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas ekonomi liberal. Dalam hal ini, Bank Dunia bertugas menciptakan pasar yang kuat bagi kepentingan negara-negara dan lembaga donor.
Tugas kedua Bank Dunia adalah menyediakan hutang dalam jumlah besar, bekerjasama dengan Jepang dan ADB (Asian Development Bank). Tugas Bank Dunia yang lain adalah mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar.
Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang proyek dan hutang dana segar
a. Hutang Proyek
Hutang proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Namun, sayangnya, hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama, seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.
b. Hutang Dana Segar
Hutang dana segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang bentuknya, antara lain:
1. swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan
2. deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor
3. pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik, pupuk dan rokok
4. menaikkan tarif telepon dan pos
5. menaikkan harga bahan bakar (BBM)
Besarnya jumlah hutang (yang terus bertambah) membuat pemerintah juga harus terus mengalokasikan dana APBN untuk membayar hutng dan bunganya. Sebagai illustrasi, dapat kita lihat data APBN 2004 dimana pemerintah mengalokasikan Rp 114.8 trilyun (28% dari total anggaran) untuk belanja daerah, Rp 113.3 trilyun untuk pembayaran utang dalam dan luar negeri (27% dari total anggaran), dan subsidi hanya Rp 23.3 trilyun (5% dari total anggaran). Dari ketiga komponen anggaran belanja tersebut, anggaran belanja daerah dan subsidi masing-masing mengalami penurunan sebesar Rp 2 trilyun dan Rp 2.1 trilyun. Sedangkan alokasi untuk pembayaran utang mengalami kenaikan sebesar Rp 14.1 trilyun.
Komposisi dalam anggaran belanja negara tersebut mencerminkan besarnya beban utang tidak saja menguras sumber-sumber pendapatan negara, tetapi juga mengorbankan kepentingan rakyat berupa pemotongan subsidi dan belanja daerah. Karena itu, meski Bank Dunia memiliki semboyan “working for a world free of poverty”, namun meski telah lebih dari 60 tahun beroperasi di Indonesia, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2009, ada 31,5 juta penduduk miskin di Indonesia.
Anggoro (2008), peneliti dari Institute of Global Justice, menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia adalah sebagai berikut.
1. Kerugian dalam bidang ekonomi
- Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia)
- Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya.
- Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.
- Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas-universitas.
- Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon.
2. Kerugian dalam bidang politik
- Keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung kepada Bank Dunia dan mempengaruhi keputusan-keputusan politik yang dibuat pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan Bank Dunia.
Hal ini juga diungkapkan ekonom Rizal Ramli (2009), ”Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.”
Cara kerja Bank Dunia (dan lembaga-lembaga donor lainnya) dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan hutang, diceritakan secara detil oleh John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit Men”. Perkins adalah mantan konsultan keuangan yang bekerja pada perusahaan bernama Chas T. Main, yaitu perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini memberikan konsultasi pembangunan proyek-proyek insfrastruktur di negara-negara berkembang yang dananya berasal dari hutang kepada Bank Dunia, IMF, dll.
Mengenai pekerjaannya itu, Perkins (2004: 13-16) menulis, “…saya mempunyai dua tujuan penting. Pertama, saya harus membenarkan (justify) kredit dari dunia internasional yang sangat besar jumlahnya, yang akan disalurkan melalui Main dan perusahaan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster) melalui proyek-proyek engineering dan konstruksi raksasa. Kedua, saya harus bekerja untuk membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut (tentunya setelah mereka membayar Main dan kontraktor Amerika lainnya), sehingga mereka untuk selamanya akan dicengkeram oleh para kreditornya, dan dengan demikian negara-negara penerima utang itu akan menjadi target yang mudah ketika kita memerlukan yang kita kehendaki seperti pangkalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”
Dalam wawancaranya dengan Democracy Now! Perkins mengatakan, “Pekerjaan utama saya adalah membuat kesepakatan (deal-making) dalam pemberian hutang kepada negara-negara lain, hutang yang sangat besar, jauh lebih besar daripada kemampuan mereka untuk membayarnya. Salah satu syarat dari hutang itu adalah—contohnya, hutang 1 milyar dolar untuk negara seperti Indonesia atau Ecuador—negara ini harus memberikan 90% dari hutang itu kepada perusahaan AS untuk membangun infrastruktur, misalnya perusahaan Halliburton atau Bechtel. Ini adalah perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan ini kemudian akan membangun jaringan listrik, pelabuhan, atau jalan tol, dan ini hanya akan melayani segelintir keluarga kaya di negara-negara itu. Orang-orang miskin di sana akan terjemak dalam hutang yang luar biasa yang tidak mungkin bisa mereka bayar.”
Untuk kasus Ekuador, Perkins menulis, negara itu kini harus memberikan lebih dari 50% pendapatannya untuk membayar hutang. Hal itu tentu tak mungkin dilakukan Ekuador. Sebagai kompensasinya, AS meminta Ekuador agar memberikan ladang-ladang minyaknya kepada perusahaan-perusahaan minyak AS yang kini beroperasi di kawasan Amazon yang kaya minyak.
Tak heran bila kemudian ekonom Joseph Stiglitz pada tahun 2002 mengkritik keras Bank Dunia dan menyebutnya “institusi yang tidak bekerja untuk orang miskin, lingkungan, atau bahkan stabilitas ekonomi”. Dengan demikian, menurut Stiglitz, Bank Dunia pada prakteknya menyalahi tujuan didirikannya bank tersebut, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, yaitu untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan menjaga kestabilan ekonomi.
Melihat kinerja seperti ini, menurut Anggoro (2008), Bank Dunia sesungguhnya telah melanggar Piagam PBB yang menyebutkan, “to employ international machinery for the promotion of the economic and social advancement of all peoples”. Dengan kata lain, Bank Dunia sebagai salah satu organ PBB mendapatkan mandat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa. Bank Dunia malah memfokuskan operasinya pada penguatan pasar dan keuangan melalui ekspansi ekonomi perusahaan multinasional, dan membiarkan Indonesia selalu berada dalam jeratan hutang tak berkesudahan.
Hukum Perbankan : Seputar Pengertian Perbankan
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.
Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1. Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.
4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
Jasa-jasa ini amat memudahkan dan memberikan rasa aman dan nyaman kepada pihak yang menggunakannya.
Dalam pertumbuhan ekonomi sebenarnya, sejauhmana peranan bank dalam membantu usaha para nasabah yang memerlukan dana, baik dana Investasi maupun dana untuk modal kerja diharapkan adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.
Bagi pemerintah sendiri dengan menyebarnya pemberian kredit akan menambah penerimaan pajak dari keuntungan dari para nasabah dan bank dan adanya kesempatan kerja jika kredit digunakan sebagai pembangunan usaha baru atau perluasan usaha sehingga dapat menyedot tenaga kerja baru.
Meningkatnya jumlah barang dan jasa jelaslah bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang yang beredar di masyarakat.
Akan menambah deviasa negara terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit, yang jelas akan menghemat devisa negara.
Yang menjadikan permasalahan saat ini adalah apakah seluruh bank-bank swasta yang ada di Indonesia dapat dikatakan sehat dan para nasabah untuk mendapatkan dana dapat memenuhi syarat-syarat yang berlaku di dunia perbankan.
Bank-bank swasta di Indonesia tidaklah seluruhnya dapat dikatakan sehat. Adanya ijin pendirian bank umum, biasanya akan diberikan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, persyaratan pendirian sebuah bank adalah :
• Susunan organisasi dan kepengurusan.
• Permodalan.
• Kepemilikan.
• Keahlian di bidang perbankan.
• Kebijakan rencana kerja.
Setelah sebuah bank terbentuk apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan bahkan dihentikan kegiatan operasinya.
Salah satu penilaian yang dilakukan Bank Indonesia adalah Aspek Permodalan.
Yang dinilai disini adalah permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Artinya bagi dunia perbankan yang mengelola bisnis kepercayaan dimana hidupnya sangat tergantung dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Kalau masyarakat sudah tidak percara lagi kepada salah satu bank maka dampaknya akan berakhir riwayat bank tersebut.
Permasalahan yang lain adalah adanya kredit macet. Dimana ada dua faktor sehingga terjadinya kredit macet yaitu :
Pertama dari pihak perbankan. Dalam hal ini untuk melakukan analisis setiap pemohon kredit kurang teliti, sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak terprediksi sebelumnya.
Kedua dari pihak nasabah, adanya unsur kesengajaan dalam hal ini adanya kesengajaan, nasabah tidak mau membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan macet.
Bisa juga unsur ketidak sengajaan dari debitur, karena sesuatu hal debitur tidak mau membayar akan tetapi tidak mampu.
Tetapi apa sebenarnya yang terjadi jika dari perbankan sendiri yang selalu menghadapi kendala.
Berikut ini adalah sedikit gambaran atau peta perbankan yang dapat mempengaruhi kondisi perekonomian di Indonesia.
Harapan masyarakat, pemerintah dan kalangan perbankan diminta secepatnya mengembalikan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi, bila ingin ekonomi Indonesia cepat keluar dari krisis berkepanajangan dan jangan membuat lembaga ini menjadi mandul.
Pengembalian fungsi intermediasi tersebut didasarkan atas kegiatan mobilisasi dana secara agresif oleh kalangan perbankan di Indonesia. Namun dana tersebut belum mampu didistribusikan menjadi kredit untuk sektor riil, sehingga roda ekonomi serta penyerapan tenaga kerja bisa berlanjut.
Percepatan penyaluran kredit dapat dilakukan melalui tersedianya tata kelola kredit yang dapat menghindarkan jebakan kredit macet seperti kehadiran unit monitoring kredit dan usaha debitur sebagai pelengkap.
Ada beberapa strategi bagi penguatan keuangan dan sektor riil selain mengambalikan fungsi bank sebagai lembaga intermediasai, diantaranya memberikan fasilitas untuk penguatan bank non-rekapitalisasi.
Didasarkan atas semakin meningkatnya konsentrasi industri perbankan dengan kekuatan pada bank rekap, dimana kenyataan ini mengakibatkan kesulitan memperbaiki kinerja perbankan nasional.
Untuk mendorong terwujudnya kemitraan antara lembaga keuangan dan pengguna jangka panjang untuk pencapaian efisiensi pembiayaan melalui orientasi informasi yang lengkap untuk kedua belah pihak.
Strategi lainnya memperkuat fungsi lembaga keuangan lainnya sebagai alternatif pendanaan sektor riil. Pengertian tersebut mempunyai sasran tersalurnya kredit untuk sektor produktif dan bukan diprioritaskan pada konsumsi atau perdaganngan.
Langkah lain dalam penguatan lembaga keuangan dan sektor riil, yaitu kebijakan menjaga stabilitas moneter, khususnya dalam pengendalian inflansi yang kerap menimbulkan Trade Off.
KRISIS EKONOMI GLOBAL
Seluruh dunia telah diliputi oleh krisis financial (krisis ekonomi global), seluruh negara-negara di dunia baik itu negara maju maupun negara berkembang telah terjebak dalam kesulitan yang sangat rumit. Beberapa negara yang sebelumnya menikmati kondisi ekonomi yang kuat yang mempunyai teknologi yang canggih dalam hal ilmu pengetahuan, pangan, senjata, obat-obatan terlihat hancur perekonomiannnya. Fakta dari masalah tersebut adalah bahwa ekonomi negara-negara tersebut ditopang oleh kebijakan yang sangat rapuh yang meyebabkan collaps terkena dampak krisis ekonomi global.
Krisis finansial global yang menyebabkan menurunnya kinerja perekonomian dunia secara drastis pada tahun 2008 diperkirakan masih akan terus berlanjut, bahkan akan meningkat intensitasnya pada tahun 2009. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, selain menyebabkan volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam, juga akan berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut, terjadinya penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran dunia. Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini dapat merusak fundamental perekonomian, dan memicu terjadinya krisis ekonomi.
Kekhawatiran atas dampak negatif pelemahan ekonomi global terhadap perekonomian di negara-negara emerging markets dan fenomena flight to quality dari investor global di tengah krisis keuangan dunia dewasa ini, telah memberikan tekanan pada mata uang seluruh dunia, termasuk Indonesia dan mengeringkan likuiditas dolar Amerika Serikat di pasar domestik banyak negara. Hal ini menyebabkan pasar valas di negara-negara maju maupun berkembang cenderung bergejolak di tengah ketidakpastian yang meningkat.
Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, meskipun Indonesia telah membangun momentum pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, tidak akan terlepas dari dampak negatif perlemahan ekonomi dunia tersebut. Krisis keuangan global yang mulai berpengaruh secara signifikan dalam triwulan III tahun 2008, dan second round effectnya akan mulai dirasakan meningkat intensitasnya pada tahun 2009, diperkirakan akan berdampak negatif pada kinerja ekonomi makro Indonesia dalam tahun 2009 baik di sisi neraca pembayaran dan neraca sektor riil, maupun sektor moneter dan sektor fiskal (APBN).
Dampak negatif yang paling cepat dirasakan sebagai akibat dari krisis perekonomian global adalah pada sektor keuangan melalui aspek sentimen psikologis maupun akibat merosotnya likuiditas global. Penurunan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai sekitar 50,0 persen, dan depresiasi nilai tukar rupiah disertai dengan volatilitas yang meningkat. Sepanjang tahun 2008, nilai tukar rupiah telah terdepresiasi sebesar 17,5 persen. Kecenderungan volatilitas nilai tukar rupiah tersebut masih akan berlanjut hingga tahun 2009 dengan masih berlangsungnya upaya penurunan utang (deleveraging) dari lembaga keuangan global.
Krisis keuangan Amerika Serikat menyebabkan masalah global keuangan dunia, untuk mengatasi hal tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan sepuluh arahan: (1) semua kalangan tetap optimis, dan bersinergi menghadapi krisis keuangan, (2) tetap pertahankan nilai pertumbuhan enam persen, (3) optimalisasi APBN 2009, (4) dunia usaha khususnya sektor riil harus tetap bergerak, (5) semua pihak agar cerdas menangkap peluang, (6) galakkan kembali penggunaan produk dalam negeri, (7)tingkatkan sikap profesionalisme, (8) kerja sama dalam menghadapi masalah, (9) tidak melakukan langkah non partisan, (10)komunikasi yang bijak. Sementara itu Mudrajad Kuncoro (2008) mengatakan bahwa setidaknya ada dua langkah strategis dalam mengatasi dampak krisis keuangan global, yaitu Demand pull strategy dan supply push strategy. Demand pull strategy mencakup strategi perkuatan sisi permintaan, yang bisa dilakukan dengan perbaikan iklim bisnis, fasilitasi mendapatkan HAKI (paten), fasilitasi pemasaran domestik dan luar negeri dan menyediakan peluang pasar. Langkah strategis lainnya adalah supply push strategy yang mencakup strategy pendorong sisi penawaran, ini bisa dilakukan dengan ketersediaan bahan baku, dukungan permodalan, bantuan teknologi/mesin/alat, dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia.
Penyebab Krisis Ekonomi Global
Di tengah dinamika ekonomi global yang terus-menerus berubah dengan akselerasi yang semakin tinggi sebagaimana digambarkan di atas, Indonesia mengalami terpaan badai krisis yang intensitasnya telah sampai pada keadaan yang nyaris menuju kebangkrutan ekonomi.
Krisis ekonomi – yang dipicu oleh krisis moneter – beberapa waktu yang lalu, paling tidak telah memberikan indikasi yang kuat terhadap tiga hal. Pertama, kredibilitas pemerintah telah sampai pada titik nadir. Penyebab utamanya adalah karena langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dalam merenspons krisis selama ini lebih bersifat “tambal-sulam”, ad-hoc, dan cenderung menempuh jalan yang berputar-putar.
Selain itu, seluruh sumber daya yang dimiliki negeri ini dicurahkan sepenuhnya untuk menyelamatkan sektor modern dari titik kehancuran. Sementara itu, sektor tradisional, sektor informal, dan ekonomi rakyat, yang juga memiliki eksistensi di negeri ini seakan-akan dilupakan dari wacana penyelamatan perekonomian yang tengah menggema.
Kedua, rezim Orde Baru yang selalu mengedepankan pertumbuhan (growth) ekonomi telah menghasilkan crony capitalism yang telah membuat struktur perekonomian menjadi sangat rapuh terhadap gejolak-gejolak eksternal. Industri manufaktur yang sempat dibanggakan itu ternyata sangat bergantung pada bahan baku impor dan tak memiliki daya tahan. Sementara itu, akibat “dianak-tirikan”, sektor pertanian pun juga tak kunjung mature sebagai penopang laju industrialisasi. Yang saat itu terjadi adalah derap industrialisasi melalui serangkaian kebijakan yang cenderung merugikan sektor pertanian. Akibatnya, sektor pertanian tak mampu berkembang secara sehat dalam merespons perubahan pola konsumsi masyarakat dan memperkuat competitive advantage produk-produk ekspor Indonesia.
Salah satu faktor terpenting yang bisa menjelaskan kecenderungan di atas adalah karena proses penyesuaian ekonomi dan politik (economic and political adjustment) tidak berlangsung secara mulus dan alamiah. Soeharto-style state-assisted capitalism nyata-nyata telah merusak dan merapuhkan tatanan perekonomian. Memang di satu sisi pertumbuhan ekonomi yang telah dihasilkan cukup tinggi, namun mengakibatkan ekses yang ujung-ujungnya justru counter productive bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Krisis Ekonomi Global
1. Dampak Perekonomian Global terhadap APBNP 2008
Asumsi inflasi dalam APBNP 2008 yang ditetapkan sebesar 6,5%, menurut Adiningsih (Ekonom dari Universitas Gajah Mada) dalam harian Suara Karya (16/4-08), dapat melebihi 10% akibat tekanan berat dari kondisi perekonomian global yang berada di luar kendali pemerintah. Adiningsih mengemukakan bahwa seharusnya pemerintah menyusun APBN secara konsevatif , karena apabila APBN dirubah terus, tentu akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Dia juga mengungkapkan bahwa dunia usaha juga tergantung pada pengelolaan dan realisasi APBN. Apabila APB tidak konsisten, dipastikan dunia usaha akan sulit tumbuh, sehinga sulit diharapkan pertumbuhan ekonomi yang tiggi. Mengenai besaran asumsi inflasi dalam APBNP, menurutnya tidak masuk akal, karena pada akhir tahun 208 terdapat beberapa hari raya yang sudah pasti akan memicu inflasi lebih tinggi. Disamping itu harga minyak mentah yang masih akan melambung dan harga pangan dunia yang meroket. Hal ini akan mempengaruhi harga komoditias di dalam negeri. Tidak semua komoditas dapat dikendalikan oleh pemerintah. Tambahan lagi, banyak barang impor termasuk yang illegal masuk ke ke pasar Indonesia. Hinga akhir tahun ini diperkirakan gejolak pasar Keuangan dunia belum akan reda. Seandainya Amerika Serikat meningkatkan suku bunga kredit, akan berdampak terhadap Indonesia dan dikhawatirkan inflasi akan melebihisatudigit.
Dalam menghadapi situasi perekonomian global yang tidak pasti, Raden Pardede (salah satu calon gubernur BI yang ditolak DPR) mengemukakan pendapatnya bahwa pemerintah harus membatasi besaran anggaran untuk subsidi. Menurutnya, dengan asumsi harga minyak mentah sebesar US$ 95 per barel, total subsidi mencapai sekitar Rp 33 triliun. Jika harga minyak ternyata lebih dri U$$ 100 per barel, diperkirakan lebih dari 30% anggaran belanja habis untuk subsidi, bagaimana dengan sektro yang lain, katanya.
Berkaitan dengan kekurangan dana dalam APBN pasti dicarikan melalui pembiayaan yang salah satunya adalah dengan penerbitan Suat Utang Negara (SUN) disesuaikan dengan melihat kemampuan pasar untuk menyerapnya. Tetapi, jika subsidi tidak dibatasi, investor akan khawatir mengnenai kemampuan negara dalam melakukan pembayaran. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian dan rendahnya daya serap SUN.
Pendapat dari kedua pengamat ekonomi tersebut perlu diperhatikan sebagai informasi untuk mewaspadai bahwa kondisi perkonomian dunia yang saat ini sedang bergolak penuh ketidak pastian akan berdampak terhadap tingkat inflasi, alokasi anggaran untuk subsidi dan daya serap SUN untuk pembiayaan deficit APBN. Namun demikian, apabila dalam perjalanannya asumsi-asumsi dalam APBNP 2008 meleset jauh dari kenyataan, pengamat ekonomi tidak seharusnya semata-mata menyalahkan pemerintah, karena APBN-P 2008 tersebut merupakan hasil pembahasan dan kesepakatan antara pemerintah dengan DPR. Tambahan lagi, jika asumsi dalam APBNP tidak sesuai lagi dengan perkembangan kondisi perekonomian, mau tidak mau APBNP 2008 harus direvisi kembali
KESIMPULAN
Seperti kita ketahui bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam fungsinya bank yaitu sebagai penghimpun, penyalur dan pelayan jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Peranan bank sebagai lembaga keungan yaitu sebagai lembaga yang memberi kemudahan pada masyarakat dalam hal penghimpun investasi dan sebagai alat transaksi bagi masyakat.
Dalam kegiatannya, bank dituntut untuk menjalankan fungsi dan peranannya sesuai dengan peraturan perUndang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dimana dalam menjalankan kegiatan bank harus memenuhi sarat kesehatan bank guna menjaga kepercayaan atas nasabah yang merupakan objek terpenting dalam bank. Namun dalam pelaksanaannya tidak semua bank dapat memenuhi sarat kesehatan, ada bank yang mempunyai masalah dengan kesehatan bank, namun dalam hal ini perlu campur tangan pemerintah melalui Bank Indonesia guna meningkatkat kualitas bank dan meningkatkan perekonomian rakyat melalui penyaluran dana dari bank.
DAFTAR PUSTAKA
http://agroterpadu.blogspot.com/2009/02/peran-perbankan-dalam-perekonomian.html
http://madina.co.id/index.php/ekonomi/7736-peran-perbankan-penting-untuk-menggerakkan-perekonomian.html
http://www.pantonanews.com/430-dunia-usaha-dan-peran-perbankan
http://www.pantonanews.com/430-dunia-usaha-dan-peran-perbankan
http://aziz27.wordpress.com/2009/06/22/pemasalahan-fungsi-dan-peran-bank/
http://dickyragkick.blogspot.com/2012/03/pengaruh-bank-dalam-perekonomian.html